Kamis, 26 April 2012

mineral dalam batuan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
             Daerah permukaan bumi diselimuti oleh lapisan batuan yang begitu tebal sehingga memungkinkan adanya berbagai jenis batuan dan  mineral yang menjadi penyusunnya. Sebagi seorang yang akan bergelut pada bidang ilmu kebumian utamanya yang menyangkut dengan ilmu geologi dan lebih terkhusus lagi yang berkaitan dengan ilmu tentang batuan dan mineral-mineral yang menjadi penyusunnya, maka sangat perlu untuk kemudian sebagai seorang calon ahli geologi yang tentunya memahami tentang segala aspek-aspek kebumian terutama yang menyangkut tentang berbagai jenis batuan dan mineral. Sehingga dengan adanya praktikum ini sangat membantu dalam analisis dan interpretasi ilmu-ilmu dalam mengenai batuan.
              Batuan yang tersebar dipermukaan bumi ini dapat digolongkan kedalam tiga jenis batuan yaitu: batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf yang dimana ketiga jenis batuan tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda utamanya dengan mineral penyusun dari setiap batuan, hal ini juga dapat dianalisis mengenai perbedaan-perbedaan pada setiap jenis batuan.
1.2  Maksud dan Tujuan
               Praktikum ini dilakukan dengan maksud agar setiap mahasiswa geologi khususnya yang telah mengambil mata kuliah mineral optik ini dapat memahami bahwa setiap jenis batuan memiliki karakteristik sifat optik pada jenis mineral yang dikandungnya baik pada batuan beku, batuan sedimen maupun pada batuan metamorf.
               Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah sebagai berikut;
1.      Untuk menghasilkan mahasiswa geologi yang mengerti tentang batuan dan mineral beserta sifat khas yang dimilikinya
2.      Mengetahui mineral khas yang ada pada batuan yang menjadi objek dalam analisis
3.      Mengetahui nama mineral yang menjadi objek dalam analisis                                                                              
1.3  Alat dan Bahan
                 Dalam praktikum ini alat dan bahan yang digunakan adalah ;
1.      kertas A4
2.      Lembar kerja praktikum
3.      Alat tulis menulis
4.      Lap kasar
5.      Lap halus
6.      Mikroskop polarisasi
7.      Sayatan mineral
8.      Pensil warna
9.      Penuntun praktikum
10.  Pensil
11.  Tabel Mickel Levy
12.  Kabel penghubung
1.4  Prosedur Kerja                                                                                        
1.      Meletakkan mikroskop polarisasi di atas meja dengan cara memegang lengan Mikroskop Polarisasi sedemikana rupa sehingga mikroskop berada dihadapan Pemakai.
2          Menyentringkan mikroskop
3          Menentukan perbesaran lensa objektif, lensa okuler dan perbesaran total dengan cara malihat perbesaran lenda objektif dan lensa okuler.
4          Menentukan bilangan skala
5          Menentukan bukaan difragma
6          Menuliskan nomor urut dan nomor peraga
7          Menentukan jenis batuan
8          Menentukan kedudukan mineral (X,Y) dengan cara melihat kedudukan mineral pada skala sumbu absis dan sumbu ordinat
9          Mendeskripsikan kenampakan mikroskopis dari batuan
10      Mendeskripsikan mineral dengan sifat-sifat optik yang dimiliki
11      Mempersentasekan mineral yang dikandung dalam batuan yang diamati pada tiga sudut pandag yang berbeda dan mencatatkan nilai rata-rata kenampakan dari mineral


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1  Batuan Beku
Terminologi
             Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900 – 1300 oC) serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
              Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic intrusion.
 Warna Batuan Beku
                Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
               Tekstur adalah hubungan antar mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur mencakup tingkat visualisasi ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau kristalinitas, tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
               Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur batuan beku dibagi dua, yaitu tekstur afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal satu dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal maupun gelas/kaca, dapat diamati.

Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm ——– berbutir halus

1 – 5 mm ——– berbutir sedang

5 – 30 mm ——– berbutir kasar

> 30 mm ——– berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal (tegas, jelas dan teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik granular.

b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas, sebagian teratur dan sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.

c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik granular atau xenomorfik granular.

Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :

a. Kubus atau equidimensional, apabila ketiga dimensinya sama panjang.

b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang lain.

c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang lain. Bentuk ini ada yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadang-kadang seperti jarum).

                 Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin terdapat kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar (groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik. Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukkan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam masadasar gelas. Karena tekstur holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara mata telanjang dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur faneroporfiritik. Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik maka batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
                Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lath-like), berarah relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang – kasar (Æ : 1 – 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan plagioklas basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur holokristalin kasar – sangat kasar (Æ ³ 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan beku menengah.
Struktur Batuan Beku
1. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada batuan beku luar yang berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat. Vesikuler bentuk elip menunjukkan lava encer dan mengalir. Sumbu terpanjang elip sejajar arah sumber dan aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.

6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
                 Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.
Komposisi Mineral
                 Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan mineral sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer, karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan, reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar dibagi lagi menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit.
        Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik sudah harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan, praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk batuan tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and magmatic rocks, Longman, Inc., London, 266 p).
Penamaan / Klasifikasi
                Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat. Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
               Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut perlit. Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral pembentuk batuan dan tabel klasifikasi batuan beku dapat membantu memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.



Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986)
Batuan Piroklastika (Pyroclastic Rocks)
               Batuan piroklastika adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
              Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
                Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
Petrogenesa Batuan Beku
               Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
2.2 Batuan Sedimen
Batuan Sedimen adalah batuan beku atau metamorf yang mengalami proses litifikasi yaitu proses kompaksi dan sementasi. Jenis-jenis Batuan Sedimen antara lain yaitu:
1. BREKSI
Breksi memiliki butiran-butiran yang bersifat coarse yang terbentuk dari sementasi fragmen-fragmen yang bersifat kasar dengan ukuran 2 hingga 256 milimeter. Fragmen-fragmen ini bersifat runcing dan menyudut. Fragmen-fragmen dari Breksi biasanya merupakan fragmen yang terkumpul pada bagian dasar lereng yang mengalami sedimentasi, selain itu fragmen juga dapat berasal dari hasil longsoran yang mengalami litifikasi.
 Komposisi dari breksi terdiri dari sejenis atau campuran dari rijang, kuarsa, granit, kuarsit, batu gamping, dan lain-lain.
2. KONGLOMERAT
Konglomerat hampir sama dengan breksi, yaitu memiliki ukuran butir 2-256 milimeter dan terdiri atas sejenis atau campuran rijang, kuarsa, granit, dan lain-lain, hanya saja fragmen yang menyusun batuan ini umumnya bulat atau agak membulat.
 Pada konglomerat, terjadi proses transport pada material-material penyusunnya yang mengakibatkan fragmen-fragmennya memiliki bentuk yang membulat
3. SANDSTONE
Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada suatu tempat. Ukuran butiran dari batu pasir ini 1/16 hingga 2 milimeter. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa, feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz Sandstone, Arkose, dan Graywacke.” alt=”" />
 * QUARTZ SANDSTONE
Quartz sandstone adalah batu pasir yang 90% butirannya tersusun dari kuarsa.Butiran kuarsa dalam batu pasir ini memiliki pemilahan yang baik dan ukuran butiran yang bulat karena terangkut hingga jarak yang jauh. Sebagian besar jenis batu pasir ini ditemukan pada pantai dan gumuk pasir.
 * ARKOSE
Arkose adalah batu pasir yang memiliki 25% atau lebih kandungan feldspar. Sedimen yang menjadi asal mula dari Arkose ini biasanya hanya mengalami sedikit perubahan secara kimia. Sebagian arkose juga memiliki sedikit butiran-butiran yang bersifat coarse karena jarak pengangkutan yang relatif pendek.
 * GRAYWACKE
Graywacke adalah salah satu tipe dari batu pasir yang 15% atau lebih komposisinya adalah matrix yang terbuat dari lempung, sehingga menghasilkan sortasi yang jelek dan batuan menjadi berwarna abu-abu gelap atau kehijauan.

4. SHALE
 Shale adalah batuan sedimen yang memiliki tekstur yang halus dengan ukuran butir 1/16 hingga 1/256 milimeter. Komposisi mineralnya umumnya tersusun dari mineral-mineral lempung, kuarsa, opal, kalsedon, klorit, dan bijih besi. Shale dibedakan menjadi dua tipe batuan, yaitu batu lanau dan batu lempung atau serpih. Batu lanau memiliki butiran yang berukuran anara batu pasir dan batu serpih, sedangkan batu lempung memiliki chiri khas mudah membelah dan bila dipanasi menjadi plastis.
5. LIMESTONE
Limestone atau batu gamping adalah batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO3). Teksturnya bervariasi antara rapat, afanitis, berbutir kasar, kristalin atau oolit. Batu gamping dapat terbentuk baik karena hasil dari proses organisme atau karena proses anorganik. Batu gamping dapat dibedakan menjadi batu gamping terumbu, calcilutite, dan calcarenite.
 * CALCARENITE
Calcarenite memiliki ukuran butir 1/16 hingga 2 milimeter, batuan ini terdiri dari 50% atau lebih material carbonate detritus, yaitu material yang tersusun terutama atas fosil dan oolit.
 * CALCILUTITE
 Calcilutite terbentuk jika ukuran butiran dari calcarenite berubah menjadi lebih kecil hingga kurang dari 1/16 milimeter yang kemudiaan mengalami litifikasi.
 * GAMPING TERUMBU
 Batu Gamping terumbu terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang hangat dan dangkal
6. SALTSTONE
Saltstone terdiri dari mineral halite (NaCl) yang terbentuk karena adanya penguapan yang biasanya terjadi pada air laut. Tekstur dari batuan ini berbentuk kristalin.
7. GIPSUM

Gipsum tersusun atas mineral gipsum (CaSO4.H2O). Sama seperti dengan Saltstone, batuan ini terbentuk karena kandungan uap air yang ada menguap. Tekstur dari batuan ini juga berupa kristalin.

8. COAL
Coal atau batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari kompaksi material yang berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, batang, maupun daun. Teksturnya amorf, berlapis, dan tebal. Komposisinya berupa humus dan karbon. Warna biasanya coklat kehitaman dan pecahannya bersifat prismatik.

Batu bara terbentuk pada rawa-rawa pada daerah beriklim tropis yang airnya mengandung sedikit oksigen. Bagian dari tumbuhan jatuh dan mengendap di dasar rawa semakin lama semakin bertambah dan terakumulasi. Material tersebut lama-kelamaan terkubur oleh material di atasnya sehingga tekanannya bertambah dan air keluar, dan kemudian mengalami kompaksi menjadi batu-bara.

Rabu, 18 April 2012

Mineral optik


BAB I
PENDAHULUAN  
1.1.  Latar Belakang
              Mineral adalah suatu bahan atau unsur kimia, gabungan kimia atau suatu campuran dari gabungan-gabungan kimia anorganis, sebagai hasil dari proses-proses fisis dan kimia khusus secara alami. Mineral merupakan suatu bahan yang homogen dan mempunyai susunan atau rumus kimia tertentu. Bila kondisi memungkinkan, mendapat suatu struktur yang sesuai, di mana ditentukan bentuknya dari kristal dan sifat-sifat fisiknya. Bumi tersusun dari beberapa jenis batuan dan batuan terdiri dari mineral-mineral dan sejumlah kecil bahan lain seperti bahan organik. Mineral sendiri terdiri dari unsur-unsur yang bersenyawa. Unsur dalam hal ini adalah benda yang tak dapat lagi dipisahkan secara kimia. Atom adalah partikel terkecil dari suatu unsur yang memiliki sifat-sifat unsur tersebut dan terlalu kecil untuk dapat dilihat meskipun menggunakan mikroskop.
              Pengamatan yang dilakukan salah satunya berupa pengamatan mineral melalui nikol silang dan nikol sejajar dan penganatan konoskop. pengamatan ini sangat penting sebab dalam pengamatan ini akan diketahui sifat-sifat optik mineral, sehingga dapat ditentukan nama mineral dari hasil pengamatan. Beberapa hal diatas merupakan faktor yang melatar belakangi dilaksanakannya praktikum acara mineral inosilikat dan nesosilikat.
1.2.       Maksud dan Tujuan                                                                                         
Maksud diadakannya praktikum ini yaitu untuk mengaplikasikan apa yang didapatkan proses belajar mengajar atau dalam perkuliahan. Sedangkan tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu diharapkan praktikan dapat:
1)      Menentukan sifat-sifat optik mineral dalam pengamatan nikol sejajar, nikol silang dan pengamatan konoskop
2)      Menentukan nama mineral dari sifat-sifat optik yang diamati
3)      Dapat membedakan antara pengamatan nikol sejajar, nikol silang, dan pengamatan konoskop
4)      Mampu menentukan sifat optik mineral yang diamati antara mineral inosilikat dan Philosilikat.
1.3. Alat dan Bahan
               Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktikum ini yaitu :
1.      kertas A4
2.      Lembar kerja praktikum
3.      Alat tulis menulis
4.      Lap kasar
5.      Lap halus
6.      Mikroskop polarisasi
7.      Sayatan mineral
8.      Pensil warna
9.      Penuntun praktikum
1.3.  Prosedur Kerja                                                                                                                                        
 Prosedur kerja dalam pengamatan ortoskop nikol sejajar dan nikol silang untuk menentukan sifat-sifat optik mineral adalah sebagai berikut:
a)      Meletakkan mikroskop polarisasi di atas meja dengan cara memegang lengan Mikroskop Polarisasi sedemikana rupa sehingga mikroskop berada dihadapan Pemakai.
b)      Menyentringkan mikroskop
c)      Menentukan nomor urut sampel
d)      Menentukan nomor peraga dengan cara malihat nomor yang ada pada sampel mineral yang diamati
e)      Menentukan perbesaran lensa objektif, lensa okuler dan perbesaran total dengan cara malihat perbesaran lenda objektif dan lensa okuler.
f)        Menentukan bilangan skala
g)      Menentukan kedudukan mineral (X,Y) dengan cara melihat kedudukan mineral pada skala sumbu absis dan sumbu ordinat
h)      Menentukan ukuran mineral dengan cara menentukan panjang mineral dengan menggunakan benang silang berskala (mm) kemudian hasilnya dikalikan dengan bilangan skala
i)        Menentukan warna mineral dengan cara diamati langsung warna yang nampak pada mikroskop
j)        Menentukan pleokroisme dengan cara mengamati perubahan warna mineral pada ortoskop tanpa nikol atau nikol sejajar bila meja objek diputar 90o. Pleokroisme lemah jika perbedaan warna yang terjadi sangat kontras
k)      Menentukan intensitas
l)        Menetukan indeks bias mineral dengan cara:
1.      Menutup sebagian jalan masuknya cahaya kedalam mineral dengan menggunakan benda yang tidak tembus cahaya
2.      Apabila bayangan gelap nampak pada posisi yang berlawanan dengan arah posisi penutupnya, maka n min < n cb
3.      Sebaliknya jika terlihat bayangan gelap nampak pada posisi yang searah dengan arah penutup datangnya sinar, maka n min> n cb
m)    Menentukan belahan mineral dengan cara: jika pada mineral terdapat berupa garis-garis lurus yang sejajar satu dengan yang lainnya maka belahannya satu arah
n)      Menentukan pecahan pada mineral dengan cara:
1)      Jika pecahan memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaanya maka pecahannya adalah concoidal
2)      Jika pecahanya memperlihatkan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan bidang pecahan yang masih mendekati bidang data maka pecahanya adalah even
3)      Jika pecahan memperlihatkan permukaan yang tidak teratur dengan ujung-ujung yang runcing maka pecahannya adalah hackly
4)      Jika pecahan memperlihatkan pecahan kasar dengan permukaan yang tidak teratur dengan ujung-ujung yang runcing maka pecahanya adalah uneven
5)      Jika pecahan memperlihatkan pecahan yang halus kecil-kecil yang tajam menyerupai benang atau serabut maka pecahannya adalah splintery
o)      Menentukan bentuk mineral dengan cara:
                                            I.            Melihat bentuk mineral dengan kondisi dua dimensi
                                         II.            Jika kristal dibatasi oleh bidnag kristalnya sendiri maka bentuk mineralnya euhedral
                                       III.            Jika kristalnya dibatasi oleh sebagian kristalnya sendiri maka bentuk mineralnya subhedral
                                      IV.            Jika kristalnya sama sekali tidak dibatasi oleh bidang-bidang kristalnya sendiri maka bentuk mineralnya Anhedral
p)        Menentukan relief mineral dengan cara: semakin besar indeks bias, maka semakin tinggi relief mineral tersebut.
q)        Menentukan inklusi mineral
r)          Menentukan W.I. maksimum mineral
s)         Menentukan bias rangkap mineral
t)           Menentukan kembaran mineral
u)         Menentukan sudut gelap dengen cara:
                                            I.            Memutar meja objek ke kiri hingga terang maksimum dan mencatat skala noniusnya
                                         II.            Memutar lagi meja objek ke kanan hingga gelapnya maksimum dan mencatat skala noniusnya
v)         Menentukan jenis gelapnya dengan cara:
1.      Jika sudut gelapnya 0o atau 90o, maka gelapnya adalah gelapa sejajar (paralel).
2.      Jika sudut gelapnya 45o, maka gelapnya dalah gelap simetris
3.      Jika sudut gelapnya 1o-44o atau 46o-89o maka gelapnya adalah gelap miring.
4.      Jika sudut gelapnya 3o maka gelapnya bergelombang.
w)         Menentukan TRO dengan cara:
                                            I.            Memasukkan komparator keping gips
                                         II.            Jika terjadi gejala adisi, gambar kedudukan sumbu indikatrik mineral
                                       III.            Melihat posisi sumbu indikatrik mineral terhadap sumbu panjang kristalografi mineral
                                      IV.            Jika Z sejajar atau kurang dari 45o terhadap sumbu panjang kristalografi, maka tanda rentang optikalnya adalah length-slow
                                         V.            Jika sumbu X sejajar atau 45o terhadap sumbu panjang kristalografi, maka orientasinya adalah length-fast
x)         Menentukan sumbu optik
y)         Menentukan tanda optik mineral
z)         Menentukan gambar interferensi :
                                                            I.            Penentuan isogir
                                                         II.            Penentuan gelang warna
                                                       III.            Penentuan sudut 2V
aa)     Menentukan nama mineral.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Silikat

                Golongan silikat merupakan mineral yang terpenting mengingat bahwa 25% dari mineral-mineral yang diketahui berupa silikat. Mereka ini membentuk 90% lithosfer. Satuan struktur dasar dari semua silikat ialah tetrareader dimana atom-Si dikelilingi oleh 4 atom-O. didalam tetrareader bola-bola-O dengan radius 1,32 AE (satuan Angstrom) terdapat ion-Si+, dengan radius 0,39 AE.
Silikat-silikat brupa kisi ion-ion (ionentralies), dimana anion-anionnya Si-O atau Si-Al-O sedangkan kation-kationnya ialah unsur-unsur elektro-positif. Telah lama diketahui bahwa perbandingan Si : O dalam silikat dapat mempunyai macam-macam nilai. Dalam silikat-silikat, maka tetrareader-tetrareader-SiO4 dapat berada dalam 4 cara yang berbeda-beda:
a.       Dalam gugus-gugusan.
b.      Dalam bentuk rantai.
c.       Dalam bentuk lapisan-lapisan.
d.      Dalam bentuk susunan kisi berdimensi tiga.
               STRUNZ (1941) membagi silikat-silikat dalam beberapa golongan yaitu:
1. Inosilikat
2. Nesosilikat
3. Tektosilikat
4. Sorosilikat
5. Phyllosilikat
6. Siklosilikat.
Dalam pembahasan ini khusus akan membahas tentang Inosilikat dan Philosilikat.
1. Inosilikat
              Inosilikat (Chain Structure) (inos = serabut) dimana tetrareader-tetrareader-SiO4 membentuk rantai yang rendah dan tidak terbatas panjangnya.  Jika dua dari oksigen digunakan bersama dalam suatu cara untuk membuat satu rantai panjang terhubung SiO4 tetrahedral, kita mendapat satu rantai silikat atau inosilikat. Dalam hal ini dasar unit struktural Si2O6-4 atau SiO3-2. Kelompok ini merupakan dasar bagi kelompok piroksin mineral, seperti orthopiroksin (Mg, Fe)SiO3 atau klinopiroksin Ca(Mg,Fe)Si2O6.

                 Terdapat dua macam perluasan berdimensi satu yang terdiri atas tetrareader-tetrareader-SiO4 yang saling berhubungan.
1) Rantai SiO4 yang tunggal/sederhana
                  Rantai disini merupakan keseluruhan panjang dari suatu Kristal.  Contoh-contoh mineralnya yaitu:
a. Golongan Amfibol
·        Anthophyllit
·        Deret tremolo-actinolit
a.       Tremolit
b.      Actinolit
c.       Deret hornblende
d.      Hornblende
e.       Arfvedsonit
b. Golongan piroksin
a)      Deret enstatit
b)      Enstatit
c)      Hyperstene
d)      Deret diopsit
e)      Diopsit
f)        Augit
g)      Aegirit
h)      Jadeit
i)        Spodumen
Rhodonit MnSiO3 
Wallastonit CaSiO3
Pectolit Ca2NaSiO8(OH)
Chrysocolla CuSiO3.2H2O


2) Rantai SiO4 yang majemuk/ganda
Keadaan ini terdapat pada amfibol-amfibol (Si4O11)6-. Pita-pita disini merupakan penyambungan-penyambungan dari (SiO4O11). Dalam segi-6 yang dibentuk ion-ion O terdapat cukup tempat bagi gugusan-OH yang tidak memerlukan yang lebih luas daripada ion-ion-O (1,32 AE) tetapi juga untuk ion-F” dimana radiusnya sebesar 1,33 AE. Bila Al menduduki sebagian daripada tempat Si maka dalam kisi kristal akan terikat ion-ion positif yang bervalensi satu seperti ion-K, sehingga akan netral lagi sifat kisi Kristal tadi.
Sudut-sudut belahannya sebesar 87o pada piroksin-piroksin dan 124o pada amfibol-amfibol, ditentukan oleh tipe/jenis rantai yang berbeda-beda ini. Keadaan ini berjalan sejajar dengan sumbu-c kristalografis. Hubungan rantai yang satu dengan yang lain disambung logam. Pengikat ini ternyata lebih lemah daripada ikatan rantai-SiO4 sehingga bidang belahannya selalu terjadi diantara rantai-rantainya. (lihat gambar 2.3)

2.        Pilosilikat
Ø  Antigorit - Mg3Si2O5(OH)4
Ø  Krisotil - Mg3Si2O5(OH)4
Ø  Lizardit - Mg3Si2O5(OH)4
v  Kelompok mineral tanah liat
Ø  Haloysit - Al2Si2O5(OH)4
Ø  Kaolinit - Al2Si2O5(OH)4
Ø  Ilit - (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]
Ø  Montmorilonit - (Na,Ca)0.33(Al,Mg)2Si4O10(OH)2·nH2O
Ø  Vermikulit - (MgFe,Al)3(Al,Si)4O10(OH)2·4H2O
Ø  Talek - Mg3Si4O10(OH)2
Ø  Paligorskit - (Mg,Al)2Si4O10(OH)·4(H2O)
Ø  Pirofilit - Al2Si4O10(OH)2
v  Kelompok mika
Ø  Biotit - K(Mg,Fe)3(AlSi3)O10(OH)2
Ø  Muskovit - KAl2(AlSi3)O10(OH)2
Ø  Flogopit - KMg3(AlSi3)O10(OH)2
Ø  Lepidolit - K(Li,Al)2-3(AlSi3)O10(OH)2
Ø  Margarit - CaAl2(Al2Si2)O10(OH)2
Ø  Glaukonit - (K,Na)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10(OH)2
Ø  Klorit - (Mg,Fe)3(Si,Al)4O10(OH)2•(Mg,Fe)3(OH)6
3.         
2.2. Pengamatan Konoskop                                                                                   
               Cahaya pada kenampakan konoskop adalah cahaya konvergen, karena lensa kondensor akan menghasikan cahaya mengkuncup yang menghasilkan suatu titik yang terfokus pada sayatan mineral. Cahaya tersebut kemudian melewati sayatan kristal dan kemudian ditangkap oleh lensa obyektif.
1. Sumbu Optik
             Cahaya terpolarisir yang melewati mineral anisotrop, akan dibiaskan menjadi dua sinar yang bergetar kesegala arah dengan kecepatan yang berbeda. Tetapi pada arah sayatan tertentu sinar akan dibiaskan kesegala arah dengan kecepatan sama. Garis yang tegak lurus dengan arah sayatan tersebut di.kenal sebagai Sumbu Optik.
             Pada mineral-mineral yang bersisitim kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal terdapat dua sumbu indikatrik (sumbu arah getar sinar), yaitu sumbu dari sinar ordiner (biasa) dan sinar ekstra ordiner (luar biasa). Pada mineral yang bersistim kristal tersebut, hanya ada satu kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala arah dengan kecepatan sama. Oleh karena itu, mineral-mineral yang bersistin Kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal mempunyai Sumbu Optik Satu (Uniaxial). Sedangkan pada mineral-mineral yang bersistim kristal orthorombik, nonoklin dan triklin terdapat tiga macam sumbu indikatrik, yaitu sumbu indikatrik sinar X (paling cepat), sinar Y (intermediet) dan sinar Z (palinglambat). pada mineral-mineral ini, ada dua kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala arah dengan kecepatan sama. Oleh karena itu mineral-mineral yang bersistem kristal demikian mempunyai Sumbu Optik Dua (Biaxial).
2. Tanda Optik
Ø Tanda Optik Mineral Sumbu Satu
               Kecepatan sinar ordiner dan ekstra ordiner pada kristal sumbu satu (uniaxial) adalah tidak sama. Pada mineral tertentu sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner, tetapi pada mineral lain sinar ordiner bisa lebih cepat dari sinar ekstra ordiner. Untuk mempermudah pembahasan dari keragaman tersebut dibuat kesepakatan bahwa mineral uniaxial yang mempunyai sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner diberi Tanda Optik Negatif. Sebaliknya untuk mineral uniaxial yang mempunyai sinar ordiner lebih cepat dari sinar ekstra ordiner diberi Tanda Optik Posltif.
Ø Tanda Optik Mineral Sumbu Dua
               Pada mineral sumbu dua, kecepatan sinar X,sinar Y dan sinar Z adalah tertentu, artinya pada setiap mineral sinar X merupakan sinar yang paling cepat, sinar Y merupakan sinar intermediet dan sinar Z merupakan sinar paling lambat. Yang membedakan antara mineral satu dengan lainnya adalah kedudukkan/posisi dari sumbu indikatrik sinar-sinar tersebut dikaitkan dengan Garis Bagi Sudut Sumbu Optik. Mineral sumbu dua dikatakan nempunyai Tanda Optik Positif, jika sumbu indikatrik sinar Z berimpit dengan Garis Bagi Sudut Lancip (BSl) atau Centred Acute Bisectrix (Bxa) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan Garis Bagi Sudut Tumpul (BSt) atau Centred Obtuse Bisectrix (Bxo). Sebaliknya jika sumbu indikatrik sinar Z berimpit dengan Garis Bagi Sudut Tumpul (BSt) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan Garis Bagi sudut Lancip (BSl), maka mineral tersebut mempunyai Tanda Optik Negatif.
3. Sudut Sumbu Optik (2V)
             Sudut Sumbu Optik (2V)  adalah sudut yang dibentuk oleh dua sumbu optik. oleh karena itu sudut sumbu optik hanya didapatkan pada mineral sumbu dua. pada sayatan tertentu, dengan memperhatikan gambar lnterferensinya, dapat dihitung besarnya sudut sumbu optik.
4. Gambar Interferensi Kristal Sumbu Satu (Uniaxial) dan Penentuan Tanda Optiknya.

              Ada beberapa kenampakkan gambar interferensi pada kristal sumbu satu. Kenampakkannya ini sangat bergantung pada arah sayatan terhadap sumbu optik.
v  Gambar Interferensi Terpusat
v  Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sumbu optiknya (sayatan isotropik).
v  Memperlihatkan isogire dengan empat lengan, serta melatop persis di tengah.
v  Memperilhatkan gelang-gelang warna (isofase), banyaknya gelang-gelang ini sangat bergantung pada harga bias rangkap masing-masing mineral. Makin besar harga bias rangkapnya, makin banyak gelang-gelang warnanya.
v  Bila meja obyek diputar 360°, gambar interferensi tidak berubah sama sekali

Cara Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Terpusat
a.       Komponen sinar luar biasa selalu bergetar di dalam bidang yang memotong bidang pandangan sebagai jari-jari.
b.      Untuk mengetahui apakah sinar luar biasa merupakan sinar lambat atau cepat, maka dipergunakan komparator.
c.       Jika kwadran l dan 3 menunjukan gejala adisi (warna biru), sedang kwadran 2 dan 4 menunjukkan gejala substraksi (warna kuning-orange)berarti sinar luar biasa merupakan sinar lambat, maka kristal mempunyai tanda optik positip. Sebaliknya jika kwadran l dan 3 menunjukkan gejala substraksi, kwadran 2 dan 4 menunjukkan gejala adisi, mineral mempunyai tanda optik negatif.

5. Gambar Interferensi Tak Terpusat .
Terdapat pada sayatan Kristal yang dipotong miring terhadap sumbu optik.
Melatop dapat kelihatan dapat tidak (tetapi tidak ditengah-tengah).
Penentuan tanda optik sama dengan gambar interferensi terpusat, tetapi harus terlebih dahulu menentukan posisi setiap kwadrannya.

6. Gambar Interferensi Sumbu Optik
·        Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sb optik .
·        Tanya nampak satu lengan isogir .
·        Tergerakkan isogir berlawanan dengan pergerakan meja objek.
·        Gambar interferensi ini paling baik untuk menentukan sudut sumbu optik ( 2V ).
Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Sumbu Optik
Ø  Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar Z, dan tanda optic negatif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar X (Bst berimpit dengan sinar Z).
Ø  Arah getar sinar Y selalu tegak lurus dengan bidang sumbu optik (Bso). Maka pada gambar interferensi sumbu optik arah getar sinar Y merupakan garis singgung dari isogir.
Ø  Sinar yang bergetar adalah sinar Y dan sinar yang berimpit dengan Bst ( karena pada sayatan ini Bst membentuk sudut kurang dari 45° terhadap sayatan putar meja obyek sehingga kedudukan isogir diagonal
Ø  Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada sisi cembung isogir.
Ø  Jika terjadi gejala adisi maka sinar Y adalah sinar yang lebih cepat, berarti sinar lain yang bergetar tegak lurus terhadapnya adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z
Ø  Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bst, maka tanda optiknya adalah negatif.
Ø  Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya positif





BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pada pengamata ini, dilakukan 3 macam pengamatan yaitu:
a.       Pengamatan nikol sejajar yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu pleokroisme, intensitas, indeks bias, belahan, pecahan, bentuk, relief, dan inklusi.
b.      Pengamatan nikol silang yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu warna interferensi maksimum, bias rangkap, kembaran, sudut gelapan, dan jenis gelapan.
c.       Pengamatan konoskopik yang sifat-sifat optik yang diamati yaitu sumbu optik, tanda optik, dan gambar interferensi yang meliputi isogir, gelang warna, dan sudut 2V.
2. pada pengamatan mineral ini diketahui bahwa nama mineral yang menjadi objek pengamatan adalah mineral Quarsa dan Leucit
3. Perbedaan antara pengamatan nikol sejajar, nikol silang dan pengamatan konoskop yaitu pada pengamatan nikol sejajar tidak mengginakan anslisator dan pada pengamatan konoskop menggunakan analisator sedangkan pada pengamatan konoskop menggunakan pinhole dan lesa amici betrand yang pada pengamatan nikol sejajar dan nikol silang tidak digunakan.
4. Perbedaan antara mineral inosilikat dan nesosilikat yaitu:
a.       Pada mineral inosilikat memiliki belahan 1 arah, pecahan uneven, sedangkan pada mineral nesosilikat tidak memiliki belahan dan pecahan.
b.      Pada mineral inosilikat sudut gelapan lebih kecil dibandingkan pada mineral nesosilikat.
c.       Gelang warna pada mineral inosilikat yaitu bias ganda lemah sedangkan pada mineral nesosilikat gelang warnanya bias ganda kuat.