Ketika
Idelisme Itu
Tidak Lagi Terealisasi
Sebagai
bagian dari perubahan bangsa yang pada hakekatnya menjadi generasi yang
bertindak sebagai agen perubahan menuju kemajuan dan kejayaan bangsa, sudah
sepatutnyalah pemuda memiliki sikap yang jauh lebih baik ketimbang dengan
komponen bangsa yang lain baik dari segi pemikiran, tindakan maupun perilaku.
Salah satu komponen pemuda yang sering menamakan diri mereka sebagai agen
perubahan, agen pengontrol
sosial
dan
sebagai penjaga moral bangsa, ya itulah mahasiswa. Sejak menginjakan kaki
ditingkat perguruan tinggi siswa/siswi yang baru melepaskan status kesiswaan
mereka menjadi seorang mahasiswa, mereka telah mendapatkan berbagai doktrin dan
pemikiran-pemikiran bahwasanya mereka adalah komponen yang paling menentukan
apakah suatu bangsa dapat tetap eksis dan menjadi negara yang maju atau sebaliknya.
Yang menjadi fenomena yang
sangat mengherankan adalah meskipun dunia dan kehidupan ini senantiasa bergerak
dan berkembang namun pada hakekatnya mahasiswa sebagai agen peruhan dan sosial
kontrol masih saja ada oknum mahasiswa yang mempertahankan tradisi lama mereka
yang memandang mereka adalah bagian dari kehidupan yang memiliki kebebasan yang
sebebas-bebasnya dalam melakukan segala tindakan dengan alasan HAM, kebebasan
bereksprsi dan kebebasan menyampaikan pendapat. Lain lagi dengan tradisi yang
telah turun temurun diturunkan antara senior kejunior bahwa menentang senior
adalah sebuah kesalahan yang amat fatal meski itu bertentangan dengan hati
nurani, sehingga muncullah aturan-aturan konyol yang menyesatkan, pasal 1
senior tidak pernah bersalah, pasal 2 jika senior bersalah kembali kepasal 1,
yang secara tersirat menegaskan apapun yang terjadi seorang senior tidak bisa
disalahkan atas segala tindakan yang dilakukannya. Sehingga hal tersebut
kemudian memunculkan oknum-oknum mahasiswa yang bertindak seenaknya sehingga
menjadi menonjol dalam dunia pergerakan mahasiswa. Ketika ditanya, apakah oknum
mahasiwa yang seperti itukah yang diharapkan sebagai agen perubahan oleh bangsa
ini.? Namun juga yang menjadi permasalahan kemudian adalah golongan mahasiswa
yang masih memiliki idealisme yang murni dan dapat diandalkan sebagai agen perubahan
serta pemuda-pemudi harapan bangsa tidak mendapatkan posisi yang baik dan
strategis dalam sebuah pergerakan mahasiswa, sehingga kemudian tersisihkan dan
hanya bisa menjadi penonton tak bersuara di depan panggung pergerakan.
Kalau melihat fenomena yang
terjadi pada saat ini didalam dunia kemahasiswaan seakan-akan kita akan
menemukan sebuah implikasi yang sangat menonjol bahwa pola gerakan sebagian
oknum mahasiswa dalam berdinamika cenderung hedonis, pragmatis &
individualis. Ketika suatu agenda kemahasiswaan diadakan yang tujuannya sangat
bermanfaat mereka akan berpikir panjang dan bahkan tidak berpikir untuk turut
berkontribusi didalamnya, jangankan berkontribusi menyukseskan agenda kegiatan
sekedar menjadi peserta saja mereka akan cenderung menolak. Sebuah pertanyaan
kemudian apakah pemuda seperti itu yang diharapkan bangsa ini sebagai agen
perubahan.? Jangankan merubah bangsa kearah yang lebih baik, memperbaiki diri
saja mereka tidak akan mampu jika hanya terus-menerus berpikir demikian.
Ketika bangsa ini menuntut
kepada mahasiswa yang masih memiliki idealisme yang kuat untuk dapat membangun
bangsa ini, tergerakkah hati kita untuk bangun dan bergerak menjadi pioner
perubahan.?
Nama ; MUH FADLI