Senin, 09 Desember 2013
Aksi peringatan hari anti korupsi
Aksi peringatan hari anti korupsi.
9 desember 2013 Fly over.
aksi KAMMI Daerah makassar dalam peringatan hari anti korupsi, yang dihiasi dengan orasi damai dan pembangian/penempelan stiker Anti korupsi pada stiap fraksi yg ada di DPRD sulawesi-selatan. dalam aksi ini, peserta aksi menekankan pada aspek perbaikan negeri dengan para pemuda sebagai agen yang bertindak memberikan kontribusi nyata dalam perbaikan keadaan bangsa.
#KAMMI generasi juara
Minggu, 08 Desember 2013
Pelatikan dan serah terima jabatan Ketua KAMMDA Makassar.
Prosesi pelantikan dan serah terima jabatan ketua
KAMMI daerah Makassar periode 2013-2015 oleh Kanda Rahmat Hidayat Muhajir S.Ip
ke Kanda Pirman Rheza S.T yang disaksikan langsung oleh ketua KAMMI Pusat Kanda
Adriana S.T.
pada pelantikan dan serah terima jabatan ini dihadirin oleh beberapa pengurus komisariat KAMMI yang ada dimakassar dan beberapa tamu/undangan.
kegiatan ini dilaksanakan di Aula MAN 2 Model dengan tema ”Konsolidasi Internal Upaya menjawab tantangan kepemimpinan Indonesia”
pada pelantikan dan serah terima jabatan ini dihadirin oleh beberapa pengurus komisariat KAMMI yang ada dimakassar dan beberapa tamu/undangan.
kegiatan ini dilaksanakan di Aula MAN 2 Model dengan tema ”Konsolidasi Internal Upaya menjawab tantangan kepemimpinan Indonesia”
Minggu, 01 Desember 2013
Tipu Daya Para Penghambat Dakwah Parlemen
Oleh: Dodi Indra Permadi
DUA langkah telah dilakukan untuk menghambat perjuangan amar ma’ruf nahi mungkar di parlemen, pertama, mengharamkan parlemen dan jalan menuju ke parlemen yaitu pemilu atau demokrasi. Kedua, membentuk opini negatif dengan jalan mengungkap kelemahan, kejelekan dan kesalahan orang-orang yang berjuang di parlemen, dari dua langkah tersebut diharapankan umat Islam menjauhi dan tidak mendukung perjuangan di parlemen.
Langkah pertama sangat relevan, karena mencari hukum sebuah perbuatan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan umat Islam, tapi sayangnya, telah nyata tidak ada nash yang mengharamkannya tetap mencari-cari nash untuk mengharamkannya, sehingga mudharat yang akan didapat, karena akan dapat mengharamkan sesuatu yang tidak haram seperti libur hari Sabtu-Minggu, pajak 10%, sistem jenjang pendidikan SD sampai perguruan tinggi, gelar kelulusan atau ijazah dan banyak hal lagi yang harus diharamkan.
Langkah kedua tidak relavan, pertama, mencari-cari kelemahan dan kesalahan sesama muslim untuk membentuk citra buruk adalah larangan agama :
Abu Hurairah ra berkata : bersabda Nabi saw: “Tiada seorang yang menutupi aurat kejelekan orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi kejelekannya di hari kiamat,” (HR. Muslim).
Padahal kalau memang terdapat kejelekan dan kesalahan orang-orang yang berjuang di parlemen, seharusnya diberi nasehat dan didoakan agar istiqomah dan selalu dalam kebaikan bukan malah dibuka aibnya, kedua, disebabkan sibuk mencari kelamahan dan kesalahan orang lain, dia sendiri lupa bahwa dia justru tidak mencapai kemajuan sedikitpun dalam dakwahnya dan lupa untuk instropeksi diri, padahal alangkah bermanfaatnya bila segenap tenaga dan pikiran dicurahkan untuk mencapai kemajuan dakwahnya, dan ada yang lebih berbahaya dari itu semua yaitu boomerang yang sedang menuju dirinya, pepatah mengatakan senjata makan tuan, sibuk melempar boomerang ke arah musuh, tidak sadar boomerang mengarah balik ke dirinya.
Kalau kita kritis, pembentukan opini negatif oleh orang-orang yang mengharamkan parlemen yang ditujukan untuk memberikan citra negatif kepada orang-orang yang berjuang di parlemen, sebetulnya juga berlaku bagi pembuat opini itu sendiri, misalnya opini yang paling sering dihembuskan baik di internet, buku maupun diskusi face to face adalah :
Tidak mungkin syariat Islam ditegakkan melalui demokrasi yang notabene bukan dari Islam, tidak ada dalam sejarah, syariat Islam yang berhasil ditegakkan melalui parlemen dan demokrasi.
Pertama, opini tersebut dimaksudkan untuk menggiring umat Islam supaya mempunyai pemahaman bahwa orang-orang yang berjuang di parlemen tidak akan pernah berhasil untuk menegakkan syariat Islam dan akan menemui kesia-siaan. Diharapkan setelah terbentuk opini tersebut umat Islam akan menarik dukungannya terhadap perjuangan di parlemen.
Tanpa pemahaman kritis, sangat logis bila opini tersebut nampak sebagai pendapat yang benar, karena yang dinyatakan dalam opini tersebut adalah dhahir realita, yang memang realitanya tidak ada dalam sejarah, syariat Islam yang berhasil ditegakkan melalui parlemen dan demokrasi, dan pada saat inipun masih sangat jauh dan tidak mudah merealisasikannya karena harus adu bargaining dengan orang-orang kafir-sekular yang tidak bisa diremehkan.
Namun bila sedikit kritis dan mau berpikir, opini tersebut telah salah dalam menyatakan hakekat perjuangan di parlemen, kesalahannya terletak pada penggunaan “tegaknya syariat Islam” sebagai alat ukur satu-satunya untuk mengetahui keberhasilan perjuangan dalam parlemen, padahal ada alat ukur lain untuk mengetahui kadar keberhasilan, yaitu seberapa besar tambahan kebaikan dan pengurangan keburukan, dalam bahasa agama sejauh mana dapat melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam kitab Al-A’lamul Muwaqqi’in Ibnu Qoyyim mengutip perkataan Ibnu Aqil : “Politik ialah adanya langkah-langkah perbuatan yang manusia dapat berada lebih dekat kepada kebaikan, dan lebih menjauhkan dari kerusakan…..”
Syaikh Albani kepada partai FIS dan kepada umat Islam Aljazair memfatwakan : “Aku katakan ini, – walaupun aku meyakini bahwa pencalonan dan Pemilu ini tidak merealisasikan sasaran yang dituju (tegaknya syariat Islam) sebagaimana keterangannya di atas.- namun dari bab membatasi kejahatan, atau menolak kerusakan yang lebih besar dengan kerusakan yang lebih kecil, seperti yang diperkatakan oleh Ahli Fiqih (maka aku nasehatkan untuk memilih dari mereka golongan muslim).” Fatwa kedua: “Syariat Islam bukanlah tujuan yang akan dapat direalisasikan, namun demikian ada tujuan lain yang dapat dan harus dicapai melalui perjuangan di parlemen dan demokrasi yaitu membatasi kejahatan, dan dalam kaidah ushul dinyatakan senada dengan fatwa syaikh Albani :
“Jika tidak bisa meraih semua maka jangan tinggalkan semuanya Bila tidak dapat merealisasikan syariat Islam secara kaffah maka jangan tinggalkan seluruhnya realisasikan walau hanya 1%.”
Al-Hafidz al-Suyuti mengutip sebuah hadits : Rasulullah saw bersabda : “Jika aku memerintahkan kepada kalian suatu perkara, maka kerjakanlah apa yang kalian mampu.”
Dan dalam al-Qur’an dinyatakan Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya QS. 2:286 dan dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman yang artinya : “Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (QS. 64:16).
Menutup mata terhadap point-point keberhasilan dalam perjuangan di parlemen adalah sikap yang tidak adil, tidak jujur, tidak mencerdaskan dan tidak mendewasakan umat, karena diakui atau tidak, telah banyak point-point keberhasilan tersebut dan telah dinikmati oleh umat Islam Indonesia, misalnya, kebebasan memakai jilbab, ruu sisdiknas, SKB 3 menteri lalu 2 menteri, beberapa perda yang bernuansa ke-Islam-an, kebebasan berdakwah, diberantasnya kemaksiatan yaitu dengan menangkapi pasangan bukan suami istri di dalam kamar hotel, penutupan rumah-rumah bordil, perjudian, bila kita mau adil dengan membandingkan antara rezim orde baru dengan sekarang, maka kita akan mengetahui bahwa telah ada tambahan kebaikan dan pengurangan kerusakan, atau bandingkan dengan negara-negara lain yang di dalam parlemennya tidak ada umat Islam seperti perancis, Yunani, Belanda dan lain-lain yang memakai jilbab atau untuk membangun masjid saja tidak bisa.
Menuntut kepada orang-orang yang berjuang di parlemen untuk membuktikan syariat Islam dapat tegak 100% sementara dirinya sendiri tidak menunjukkan adanya langkah nyata dalam menegakkan syariat Islam maka hal itu sama saja telah melempar boomerang untuk dirinya sendiri. Karena yang telah menunjukkan langkah nyata saja tidak dapat menunjukkan tegaknya syariat Islam karena gagal, apalagi yang belum menunjukkan langkah nyata, memang tidak ada kegagalan yang dialami tapi juga tidak ada keberhasilan, seperti orang yang tidak pergi perang, memang tidak akan mengalami kekalahan tapi dalam waktu yang sama juga tidak akan mengalami kemenangan.
Kedua, Opini di atas juga dimaksudkan menggiring umat Islam agar mempunyai pemahaman bahwa tidak adanya bukti tegaknya syariat Islam menunjukkan jalan perjuangan melalui parlemen dan demokrasi adalah bathil. Sehingga dengan yakin memberikan statemen : “Tidak mungkin syariat Islam ditegakkan melalui demokrasi.”
Tentu saja opini ini menarik untuk dikaji, karena sampai kinipun tidak ada syariat Islam yang tegak oleh perjuangan mereka, jadi menyatakan demokrasi sebagai jalan bathil karena tidak adanya syariat yang tegak melalui demokrasi, merupakan boomerang bagi dirinya sendiri, karena juga tidak ada syariat Islam yang tegak melalui jalan yang ditempuhnya, tidak dipungkiri syariat Islam pernah tegak oleh rasulullah saw, para sahabat, tabiut-tabiin, tetapi menyatakan diri sesuai sunnah dan menyatakan perjuangan di parlemen tidak sesuai sunnah perlu pengujian secara ilmiah, nabi saw berhasil menegakkan syariat Islam setelah melalui beberapa fase perjuangan seperti fase dakwah, fase penyebaran, fase menghindari konflik, fase menyusun kekuatan dan fase konfrontasi atau fase menghadapi musuh, sungguh saya mohon maaf bila bertanya, apakah orang-orang yang mengharamkan parlemen telah berusaha melalui fase-fase tersebut ?
Kalau belum, tentu saja menurut hemat saya mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk kemajuan dakwah adalah jauh lebih bermanfaat ketimbang mencurahkan untuk membuat opini yang menjelek-jelekkan saudara-saudara kita yang berjuang di parlemen, juga akan sangat bermanfaat bila mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk menasehati dan menghibur mereka dengan doa agar istiqomah dengan tujuannya dan diberi kesabaran atas musibah-musibah yang dialami? karena saudara-saudara kita yang berjuang di parlemen telah berusaha menempuh fase-fase itu hanya saja belum berhasil menegakkan syariat Islam dan tidak sedikit dari mereka yang harus meregang nyawa karena ketidakrelaan Barat terhadap kemenangan mereka seperti di Mesir, Turki, Aljazair dan negeri-negeri bermayoritas muslim lainnya.
Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. QS. 3:166
Atau bukankah sebaiknya tenaga dan pikiran dicurahkan untuk menempuh fase-fase seperti yang rasulullah tempuh ? Insya Allah andai-kata saudara-saudara tidak berhasil semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal syuhada dan sebagai orang-orang yang konsisten dalam membela agama Allah, karena musuh bergerak secara nyata nonsen bila dihadapi hanya dengan retorika dan dakwah.
Kembali lagi ke masalah pembentukan opini, opini lain yang cukup ilmiah untuk memberikan citra negatif adalah : Ikut demokrasi berarti telah mengikuti kemauan Barat, padahal dalam QS 2:120 Allah telah mengingatkan : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.”
Opini tersebut walaupun dapat berupa nasihat tetapi tujuannya untuk menggiring pemahaman umat bahwa berjuang di parlemen atau demokrasi adalah mengikuti kemauan Barat.
Sekali lagi, tanpa pemahaman kritis opini tersebut akan nampak benar, karena yang diungkap dalam opini adalah dhahir realita, yaitu memang realitanya Barat memanfaatkan demokrasi untuk dapat masuk ke pemerintahan-pemerintahan yang mayoritas rakyatnya adalah umat Islam, sementara itu sebagian besar umat Islam masuk ke dalam demokrasi untuk menghadang kemauan Barat, wajar dan tidak dapat disalahkan begitu saja bila orang-orang yang mengharamkan perjuangan melalui parlemen dan demokrasi menyimpulkan bahwa berjuang melalui parlemen dan demokrasi berarti telah mengikuti kemauan Barat, namun benarkah demikian ?
Dari beberapa kasus mulai mesir, Aljazair, Turki hingga Indonesia, Barat justru kebakaran jenggot bila ada partai Islam yang ingin berusaha memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam parlemen, kejadian terakhir di Turki menunjukkan hal tersebut, mereka orang-orang sekular melakukan demo besar-besaran bahkan terbesar di dunia untuk menjegal partai Islam di sana yang akan ikut pemilu, dan sangat kuat disinyalair demo tersebut tidak lepas dari keinginan dan pembiayaan Barat, begitu juga dengan di Indonesia beberapa tahun lalu, partai yang berusaha memasukkan nilai-nilai Islam dalam parlemen di opinikan terlibat jaringan teroris, tujuannya agar dapat menjegal partai tersebut dalam pemilu. Begitu juga di Aljazair ketika partai Islam akan menang, dan ingin menerapkan syariat Islam maka atas pesanan Barat militer Aljazair mengkudeta FIS. Jadi sangat tidak beralasan bila orang-orang yang berjuang di parlemen untuk memasukkan nilai-nilai Islam dikatakan telah mengikuti kemauan Barat, buktinya Barat justru kebakaran jenggot.
Kalau kita mau jujur, terhadap sikap pengharaman perjuangan di parlemen dan tidak menempuh fase-fase nyata dalam menghadapi Barat, justru akan membuat Barat senang dan berterima-kasih, karena tidak perlu repot-repot menjegal partai yang ingin memperjuangkan nilai-nilai Islam di parlemen, sudah ada yang membantunya untuk menjegal yaitu umat Islam sendiri, istilahnya memukul umat Islam dengan meminjam tangan umat Islam dan tinggal nonton TV di gedung putih.
Jadi sebetulnya siapa yang telah mengikuti kemauan Barat dan menguntungkan barat, orang-orang yang berjuang di parlemen untuk menerapkan nilai-nilai Islam ataukah yang mengharamkannya tetapi tidak ada tindakan nyata untuk menghadapi Barat ?
Hati-hati menuduh perjuangan di parlemen sebagai mengikuti kemauan Barat tetapi tidak sadar dirinya sendiri telah membantu Barat, ini boomerang yang kedua.
Ada beberapa opini lain yang dapat menjadi boomerang bagi pembentuk opini itu sendiri misalnya dinyatakan membuat partai berarti telah berpecah belah, padahal Allah telah melarangnya, kalau sedikit kritis, masuk partai atau tidak hal itu dapat terjadi, cobalah amati orang-orang yang mengharamkan partai, mereka telah terpecah belah menjadi beberapa kelompok, ini juga boomerang. Dan masih banyak lagi opini-opini lain yang tidak mungkin di bahas satu persatu karena alasan keterbatasan ruang halaman dan takut membeberkan strategi perjuangan di parlemen, tetapi yang jelas dengan sedikit kritis, maka opini tersebut akan nyata dapat berlaku bagi yang diopinikan maupun bagi pembuat opini itu sendiri (menjadi boomerang) .
Oleh karena itu, kalau memang ada kesalahan mereka, alangkah baiknya bila diberi nasehat, bukan membuat opini negatif, kalau tidak bisa mendukung tidakkah jauh lebih bermanfaat segenap tenaga dan pikiran dicurahkan untuk perjuangan Islam dengan metode yang diyakini ? Siapa tahu nanti secara sinergi perjuangan di parlemen dapat kompatible dengan perjuangan di luar parlemen dalam menegakkan Islam. []
*sumber: islampos
DUA langkah telah dilakukan untuk menghambat perjuangan amar ma’ruf nahi mungkar di parlemen, pertama, mengharamkan parlemen dan jalan menuju ke parlemen yaitu pemilu atau demokrasi. Kedua, membentuk opini negatif dengan jalan mengungkap kelemahan, kejelekan dan kesalahan orang-orang yang berjuang di parlemen, dari dua langkah tersebut diharapankan umat Islam menjauhi dan tidak mendukung perjuangan di parlemen.
Langkah pertama sangat relevan, karena mencari hukum sebuah perbuatan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan umat Islam, tapi sayangnya, telah nyata tidak ada nash yang mengharamkannya tetap mencari-cari nash untuk mengharamkannya, sehingga mudharat yang akan didapat, karena akan dapat mengharamkan sesuatu yang tidak haram seperti libur hari Sabtu-Minggu, pajak 10%, sistem jenjang pendidikan SD sampai perguruan tinggi, gelar kelulusan atau ijazah dan banyak hal lagi yang harus diharamkan.
Langkah kedua tidak relavan, pertama, mencari-cari kelemahan dan kesalahan sesama muslim untuk membentuk citra buruk adalah larangan agama :
Abu Hurairah ra berkata : bersabda Nabi saw: “Tiada seorang yang menutupi aurat kejelekan orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi kejelekannya di hari kiamat,” (HR. Muslim).
Padahal kalau memang terdapat kejelekan dan kesalahan orang-orang yang berjuang di parlemen, seharusnya diberi nasehat dan didoakan agar istiqomah dan selalu dalam kebaikan bukan malah dibuka aibnya, kedua, disebabkan sibuk mencari kelamahan dan kesalahan orang lain, dia sendiri lupa bahwa dia justru tidak mencapai kemajuan sedikitpun dalam dakwahnya dan lupa untuk instropeksi diri, padahal alangkah bermanfaatnya bila segenap tenaga dan pikiran dicurahkan untuk mencapai kemajuan dakwahnya, dan ada yang lebih berbahaya dari itu semua yaitu boomerang yang sedang menuju dirinya, pepatah mengatakan senjata makan tuan, sibuk melempar boomerang ke arah musuh, tidak sadar boomerang mengarah balik ke dirinya.
Kalau kita kritis, pembentukan opini negatif oleh orang-orang yang mengharamkan parlemen yang ditujukan untuk memberikan citra negatif kepada orang-orang yang berjuang di parlemen, sebetulnya juga berlaku bagi pembuat opini itu sendiri, misalnya opini yang paling sering dihembuskan baik di internet, buku maupun diskusi face to face adalah :
Tidak mungkin syariat Islam ditegakkan melalui demokrasi yang notabene bukan dari Islam, tidak ada dalam sejarah, syariat Islam yang berhasil ditegakkan melalui parlemen dan demokrasi.
Pertama, opini tersebut dimaksudkan untuk menggiring umat Islam supaya mempunyai pemahaman bahwa orang-orang yang berjuang di parlemen tidak akan pernah berhasil untuk menegakkan syariat Islam dan akan menemui kesia-siaan. Diharapkan setelah terbentuk opini tersebut umat Islam akan menarik dukungannya terhadap perjuangan di parlemen.
Tanpa pemahaman kritis, sangat logis bila opini tersebut nampak sebagai pendapat yang benar, karena yang dinyatakan dalam opini tersebut adalah dhahir realita, yang memang realitanya tidak ada dalam sejarah, syariat Islam yang berhasil ditegakkan melalui parlemen dan demokrasi, dan pada saat inipun masih sangat jauh dan tidak mudah merealisasikannya karena harus adu bargaining dengan orang-orang kafir-sekular yang tidak bisa diremehkan.
Namun bila sedikit kritis dan mau berpikir, opini tersebut telah salah dalam menyatakan hakekat perjuangan di parlemen, kesalahannya terletak pada penggunaan “tegaknya syariat Islam” sebagai alat ukur satu-satunya untuk mengetahui keberhasilan perjuangan dalam parlemen, padahal ada alat ukur lain untuk mengetahui kadar keberhasilan, yaitu seberapa besar tambahan kebaikan dan pengurangan keburukan, dalam bahasa agama sejauh mana dapat melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam kitab Al-A’lamul Muwaqqi’in Ibnu Qoyyim mengutip perkataan Ibnu Aqil : “Politik ialah adanya langkah-langkah perbuatan yang manusia dapat berada lebih dekat kepada kebaikan, dan lebih menjauhkan dari kerusakan…..”
Syaikh Albani kepada partai FIS dan kepada umat Islam Aljazair memfatwakan : “Aku katakan ini, – walaupun aku meyakini bahwa pencalonan dan Pemilu ini tidak merealisasikan sasaran yang dituju (tegaknya syariat Islam) sebagaimana keterangannya di atas.- namun dari bab membatasi kejahatan, atau menolak kerusakan yang lebih besar dengan kerusakan yang lebih kecil, seperti yang diperkatakan oleh Ahli Fiqih (maka aku nasehatkan untuk memilih dari mereka golongan muslim).” Fatwa kedua: “Syariat Islam bukanlah tujuan yang akan dapat direalisasikan, namun demikian ada tujuan lain yang dapat dan harus dicapai melalui perjuangan di parlemen dan demokrasi yaitu membatasi kejahatan, dan dalam kaidah ushul dinyatakan senada dengan fatwa syaikh Albani :
“Jika tidak bisa meraih semua maka jangan tinggalkan semuanya Bila tidak dapat merealisasikan syariat Islam secara kaffah maka jangan tinggalkan seluruhnya realisasikan walau hanya 1%.”
Al-Hafidz al-Suyuti mengutip sebuah hadits : Rasulullah saw bersabda : “Jika aku memerintahkan kepada kalian suatu perkara, maka kerjakanlah apa yang kalian mampu.”
Dan dalam al-Qur’an dinyatakan Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya QS. 2:286 dan dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman yang artinya : “Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (QS. 64:16).
Menutup mata terhadap point-point keberhasilan dalam perjuangan di parlemen adalah sikap yang tidak adil, tidak jujur, tidak mencerdaskan dan tidak mendewasakan umat, karena diakui atau tidak, telah banyak point-point keberhasilan tersebut dan telah dinikmati oleh umat Islam Indonesia, misalnya, kebebasan memakai jilbab, ruu sisdiknas, SKB 3 menteri lalu 2 menteri, beberapa perda yang bernuansa ke-Islam-an, kebebasan berdakwah, diberantasnya kemaksiatan yaitu dengan menangkapi pasangan bukan suami istri di dalam kamar hotel, penutupan rumah-rumah bordil, perjudian, bila kita mau adil dengan membandingkan antara rezim orde baru dengan sekarang, maka kita akan mengetahui bahwa telah ada tambahan kebaikan dan pengurangan kerusakan, atau bandingkan dengan negara-negara lain yang di dalam parlemennya tidak ada umat Islam seperti perancis, Yunani, Belanda dan lain-lain yang memakai jilbab atau untuk membangun masjid saja tidak bisa.
Menuntut kepada orang-orang yang berjuang di parlemen untuk membuktikan syariat Islam dapat tegak 100% sementara dirinya sendiri tidak menunjukkan adanya langkah nyata dalam menegakkan syariat Islam maka hal itu sama saja telah melempar boomerang untuk dirinya sendiri. Karena yang telah menunjukkan langkah nyata saja tidak dapat menunjukkan tegaknya syariat Islam karena gagal, apalagi yang belum menunjukkan langkah nyata, memang tidak ada kegagalan yang dialami tapi juga tidak ada keberhasilan, seperti orang yang tidak pergi perang, memang tidak akan mengalami kekalahan tapi dalam waktu yang sama juga tidak akan mengalami kemenangan.
Kedua, Opini di atas juga dimaksudkan menggiring umat Islam agar mempunyai pemahaman bahwa tidak adanya bukti tegaknya syariat Islam menunjukkan jalan perjuangan melalui parlemen dan demokrasi adalah bathil. Sehingga dengan yakin memberikan statemen : “Tidak mungkin syariat Islam ditegakkan melalui demokrasi.”
Tentu saja opini ini menarik untuk dikaji, karena sampai kinipun tidak ada syariat Islam yang tegak oleh perjuangan mereka, jadi menyatakan demokrasi sebagai jalan bathil karena tidak adanya syariat yang tegak melalui demokrasi, merupakan boomerang bagi dirinya sendiri, karena juga tidak ada syariat Islam yang tegak melalui jalan yang ditempuhnya, tidak dipungkiri syariat Islam pernah tegak oleh rasulullah saw, para sahabat, tabiut-tabiin, tetapi menyatakan diri sesuai sunnah dan menyatakan perjuangan di parlemen tidak sesuai sunnah perlu pengujian secara ilmiah, nabi saw berhasil menegakkan syariat Islam setelah melalui beberapa fase perjuangan seperti fase dakwah, fase penyebaran, fase menghindari konflik, fase menyusun kekuatan dan fase konfrontasi atau fase menghadapi musuh, sungguh saya mohon maaf bila bertanya, apakah orang-orang yang mengharamkan parlemen telah berusaha melalui fase-fase tersebut ?
Kalau belum, tentu saja menurut hemat saya mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk kemajuan dakwah adalah jauh lebih bermanfaat ketimbang mencurahkan untuk membuat opini yang menjelek-jelekkan saudara-saudara kita yang berjuang di parlemen, juga akan sangat bermanfaat bila mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk menasehati dan menghibur mereka dengan doa agar istiqomah dengan tujuannya dan diberi kesabaran atas musibah-musibah yang dialami? karena saudara-saudara kita yang berjuang di parlemen telah berusaha menempuh fase-fase itu hanya saja belum berhasil menegakkan syariat Islam dan tidak sedikit dari mereka yang harus meregang nyawa karena ketidakrelaan Barat terhadap kemenangan mereka seperti di Mesir, Turki, Aljazair dan negeri-negeri bermayoritas muslim lainnya.
Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. QS. 3:166
Atau bukankah sebaiknya tenaga dan pikiran dicurahkan untuk menempuh fase-fase seperti yang rasulullah tempuh ? Insya Allah andai-kata saudara-saudara tidak berhasil semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal syuhada dan sebagai orang-orang yang konsisten dalam membela agama Allah, karena musuh bergerak secara nyata nonsen bila dihadapi hanya dengan retorika dan dakwah.
Kembali lagi ke masalah pembentukan opini, opini lain yang cukup ilmiah untuk memberikan citra negatif adalah : Ikut demokrasi berarti telah mengikuti kemauan Barat, padahal dalam QS 2:120 Allah telah mengingatkan : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.”
Opini tersebut walaupun dapat berupa nasihat tetapi tujuannya untuk menggiring pemahaman umat bahwa berjuang di parlemen atau demokrasi adalah mengikuti kemauan Barat.
Sekali lagi, tanpa pemahaman kritis opini tersebut akan nampak benar, karena yang diungkap dalam opini adalah dhahir realita, yaitu memang realitanya Barat memanfaatkan demokrasi untuk dapat masuk ke pemerintahan-pemerintahan yang mayoritas rakyatnya adalah umat Islam, sementara itu sebagian besar umat Islam masuk ke dalam demokrasi untuk menghadang kemauan Barat, wajar dan tidak dapat disalahkan begitu saja bila orang-orang yang mengharamkan perjuangan melalui parlemen dan demokrasi menyimpulkan bahwa berjuang melalui parlemen dan demokrasi berarti telah mengikuti kemauan Barat, namun benarkah demikian ?
Dari beberapa kasus mulai mesir, Aljazair, Turki hingga Indonesia, Barat justru kebakaran jenggot bila ada partai Islam yang ingin berusaha memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam parlemen, kejadian terakhir di Turki menunjukkan hal tersebut, mereka orang-orang sekular melakukan demo besar-besaran bahkan terbesar di dunia untuk menjegal partai Islam di sana yang akan ikut pemilu, dan sangat kuat disinyalair demo tersebut tidak lepas dari keinginan dan pembiayaan Barat, begitu juga dengan di Indonesia beberapa tahun lalu, partai yang berusaha memasukkan nilai-nilai Islam dalam parlemen di opinikan terlibat jaringan teroris, tujuannya agar dapat menjegal partai tersebut dalam pemilu. Begitu juga di Aljazair ketika partai Islam akan menang, dan ingin menerapkan syariat Islam maka atas pesanan Barat militer Aljazair mengkudeta FIS. Jadi sangat tidak beralasan bila orang-orang yang berjuang di parlemen untuk memasukkan nilai-nilai Islam dikatakan telah mengikuti kemauan Barat, buktinya Barat justru kebakaran jenggot.
Kalau kita mau jujur, terhadap sikap pengharaman perjuangan di parlemen dan tidak menempuh fase-fase nyata dalam menghadapi Barat, justru akan membuat Barat senang dan berterima-kasih, karena tidak perlu repot-repot menjegal partai yang ingin memperjuangkan nilai-nilai Islam di parlemen, sudah ada yang membantunya untuk menjegal yaitu umat Islam sendiri, istilahnya memukul umat Islam dengan meminjam tangan umat Islam dan tinggal nonton TV di gedung putih.
Jadi sebetulnya siapa yang telah mengikuti kemauan Barat dan menguntungkan barat, orang-orang yang berjuang di parlemen untuk menerapkan nilai-nilai Islam ataukah yang mengharamkannya tetapi tidak ada tindakan nyata untuk menghadapi Barat ?
Hati-hati menuduh perjuangan di parlemen sebagai mengikuti kemauan Barat tetapi tidak sadar dirinya sendiri telah membantu Barat, ini boomerang yang kedua.
Ada beberapa opini lain yang dapat menjadi boomerang bagi pembentuk opini itu sendiri misalnya dinyatakan membuat partai berarti telah berpecah belah, padahal Allah telah melarangnya, kalau sedikit kritis, masuk partai atau tidak hal itu dapat terjadi, cobalah amati orang-orang yang mengharamkan partai, mereka telah terpecah belah menjadi beberapa kelompok, ini juga boomerang. Dan masih banyak lagi opini-opini lain yang tidak mungkin di bahas satu persatu karena alasan keterbatasan ruang halaman dan takut membeberkan strategi perjuangan di parlemen, tetapi yang jelas dengan sedikit kritis, maka opini tersebut akan nyata dapat berlaku bagi yang diopinikan maupun bagi pembuat opini itu sendiri (menjadi boomerang) .
Oleh karena itu, kalau memang ada kesalahan mereka, alangkah baiknya bila diberi nasehat, bukan membuat opini negatif, kalau tidak bisa mendukung tidakkah jauh lebih bermanfaat segenap tenaga dan pikiran dicurahkan untuk perjuangan Islam dengan metode yang diyakini ? Siapa tahu nanti secara sinergi perjuangan di parlemen dapat kompatible dengan perjuangan di luar parlemen dalam menegakkan Islam. []
*sumber: islampos
Mengapa menolak hijab..?
bagi para penolak jilbab/hijab
Kristologi / Kerudung Dalam Tradisi Yahudi Dan Kristen
oleh Irena Handono
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum datangmya islam. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. bagaimana pandangan kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
---------------------------------------------
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja.Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan.”
Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang.” Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan.Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakaian biarawati adalah jilbab, pakaian panjang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada berubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau berkerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung
I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
SEMOGA TERCERAHKAN
Kristologi / Kerudung Dalam Tradisi Yahudi Dan Kristen
oleh Irena Handono
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum datangmya islam. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. bagaimana pandangan kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
---------------------------------------------
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja.Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan.”
Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang.” Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan.Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakaian biarawati adalah jilbab, pakaian panjang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada berubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau berkerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung
I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
SEMOGA TERCERAHKAN
Langganan:
Postingan (Atom)