BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Daerah permukaan bumi diselimuti
oleh lapisan batuan yang begitu tebal sehingga memungkinkan adanya berbagai
jenis batuan dan mineral yang menjadi
penyusunnya. Sebagi seorang yang akan bergelut pada bidang ilmu kebumian
utamanya yang menyangkut dengan ilmu geologi dan lebih terkhusus lagi yang
berkaitan dengan ilmu tentang batuan dan mineral-mineral yang menjadi
penyusunnya, maka sangat perlu untuk kemudian sebagai seorang calon ahli
geologi yang tentunya memahami tentang segala aspek-aspek kebumian terutama
yang menyangkut tentang berbagai jenis batuan dan mineral. Sehingga dengan
adanya praktikum ini sangat membantu dalam analisis dan interpretasi ilmu-ilmu
dalam mengenai batuan.
Batuan yang tersebar dipermukaan
bumi ini dapat digolongkan kedalam tiga jenis batuan yaitu: batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf yang dimana ketiga jenis batuan tersebut memiliki
ciri dan karakteristik yang berbeda utamanya dengan mineral penyusun dari
setiap batuan, hal ini juga dapat dianalisis mengenai perbedaan-perbedaan pada
setiap jenis batuan.
1.2
Maksud dan Tujuan
Praktikum ini dilakukan dengan
maksud agar setiap mahasiswa geologi khususnya yang telah mengambil mata kuliah
mineral optik ini dapat memahami bahwa setiap jenis batuan memiliki
karakteristik sifat optik pada jenis mineral yang dikandungnya baik pada batuan
beku, batuan sedimen maupun pada batuan metamorf.
Adapun tujuan diadakannya
praktikum ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk
menghasilkan mahasiswa geologi yang mengerti tentang batuan dan mineral beserta
sifat khas yang dimilikinya
2. Mengetahui
mineral khas yang ada pada batuan yang menjadi objek dalam analisis
3. Mengetahui
nama mineral yang menjadi objek dalam analisis
1.3
Alat dan Bahan
Dalam praktikum ini alat dan
bahan yang digunakan adalah ;
1.
kertas A4
2.
Lembar kerja praktikum
3.
Alat tulis menulis
4.
Lap kasar
5.
Lap halus
6.
Mikroskop polarisasi
7.
Sayatan mineral
8.
Pensil warna
9. Penuntun
praktikum
10. Pensil
11. Tabel
Mickel Levy
12. Kabel
penghubung
1.4
Prosedur Kerja
1. Meletakkan
mikroskop polarisasi di atas meja dengan cara memegang lengan Mikroskop
Polarisasi sedemikana rupa sehingga mikroskop berada dihadapan Pemakai.
2
Menyentringkan
mikroskop
3
Menentukan perbesaran
lensa objektif, lensa okuler dan perbesaran total dengan cara malihat
perbesaran lenda objektif dan lensa okuler.
4
Menentukan bilangan
skala
5
Menentukan bukaan
difragma
6
Menuliskan nomor urut
dan nomor peraga
7
Menentukan jenis batuan
8
Menentukan kedudukan
mineral (X,Y) dengan cara melihat kedudukan mineral pada skala sumbu absis dan
sumbu ordinat
9
Mendeskripsikan
kenampakan mikroskopis dari batuan
10
Mendeskripsikan mineral
dengan sifat-sifat optik yang dimiliki
11
Mempersentasekan
mineral yang dikandung dalam batuan yang diamati pada tiga sudut pandag yang
berbeda dan mencatatkan nilai rata-rata kenampakan dari mineral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Batuan
Beku
Terminologi
Batuan beku adalah batuan yang
terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar
di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak
bumi, bersuhu tinggi (900 – 1300 oC) serta mempunyai kekentalan tinggi,
bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
Batuan beku dalam adalah batuan
beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan
beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut
batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dekat
permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub
volcanic intrusion.
Warna
Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi
dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh
komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran
mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku
dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih
berbercak hitam, tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang
kurang dominan. Pada batuan beku tertentu yang banyak mengandung mineral
berwarna merah daging maka warnanya menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah hubungan antar
mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur mencakup tingkat visualisasi
ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau kristalinitas,
tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
Berdasarkan pengamatan dengan
mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur batuan beku dibagi dua, yaitu
tekstur afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan
beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak dapat
diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric)
adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat mineral penyusunnya,
meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal satu
dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku
mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal
maupun gelas/kaca, dapat diamati.
Apabila batuan beku mempunyai tekstur
afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak dapat diketahui, sehingga
harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik
maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan
tersusun semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun
seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan
tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal
penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah tekstur
dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir
kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm ——–
berbutir halus
1 – 5 mm ——– berbutir sedang
5 – 30 mm ——– berbutir kasar
> 30 mm ——– berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk
sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal (tegas, jelas dan
teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan bentuk
kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik
granular.
b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi
oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas, sebagian teratur dan
sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk
kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi
oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur batuan yang tersusun
oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik granular atau
xenomorfik granular.
Secara tiga dimensi, bentuk kristal
disebut :
a. Kubus atau equidimensional, apabila
ketiga dimensinya sama panjang.
b. Tabular atau papan, apabila dua
dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
c. Prismatik atau balok, jika dua
dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang lain. Bentuk ini ada
yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadang-kadang
seperti jarum).
Di dalam batuan beku
bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin terdapat kristal
berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar
(groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau
firik. Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu
terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang
lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukkan bagi batuan beku
yang mempunyai fenokris tertanam di dalam masadasar gelas. Karena tekstur
holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara mata telanjang
dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur
faneroporfiritik. Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar
afanitik maka batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah
tekstur dimana mineral penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang
kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
Tekstur diabasik adalah tekstur
dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lath-like), berarah
relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada
kristal olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin,
berbutir sedang – kasar (Æ : 1 – 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik
(olivin, piroksen, amfibol) dan plagioklas basa. Tekstur granitik adalah
tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas asam,
alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur holokristalin
kasar – sangat kasar (Æ ³ 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa.
Tekstur dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya
untuk batuan beku menengah.
Struktur
Batuan Beku
1. Masif atau pejal, umumnya terjadi
pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian
tengahnya juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat
pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang
bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk
pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur
vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada
yang berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian
pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada
batuan beku luar yang berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat.
Vesikuler bentuk elip menunjukkan lava encer dan mengalir. Sumbu terpanjang
elip sejajar arah sumber dan aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada
lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous
structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali
sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous
structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat
serat-serat kaca.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal
structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral
asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure),
adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan
penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut
di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di laboratorium.
Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat
menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill,
volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di
lapangan.
Komposisi
Mineral
Berdasarkan jumlah kehadiran
dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral utama pembentuk
batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan mineral
sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral
yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah melimpah sehingga
kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral
yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat sedikit
sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini misalnya
kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan mineral
tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer,
karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral
ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan, reaksi hidrotermal, atau
hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada hubungannya
dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan mempengaruhi nama
batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan ubahan.
Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral
lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral
primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil
pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau
batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral
primer atau mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang,
tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi
tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila
mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar
dibagi lagi menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer
berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari
olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral
pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik sudah harus dikuasai oleh para
praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi
serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan,
praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral
pembentuk batuan tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari
Reaksi Seri Bowen yang terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal
Middlemost, 1985, Magmas and magmatic rocks, Longman, Inc., London, 266 p).
Penamaan
/ Klasifikasi
Berdasarkan letak pembekuannya
maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dan batuan beku
ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku
intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi
mineral pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok,
yaitu batuan beku ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan
batuan beku felsik. Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah
felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat. Termasuk batuan beku dalam
ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun
seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit
oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit
secara dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar
ultramafik umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut
gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku
luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit, tersusun
oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya
dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang
disebut andesit basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan
diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit.
Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah
kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara berangsur berubah ke
asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya
semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang
batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik
yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan
beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas
adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan
kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila
berstruktur perlapisan disebut perlit. Nama-nama batuan beku tersebut di atas
sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang
sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit
piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila
persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran
mineral pembentuk batuan dan tabel klasifikasi batuan beku dapat membantu
memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan
komposisi berdasarkan volume.
Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku
(O’Dunn & Sill, 1986)
Batuan
Piroklastika (Pyroclastic Rocks)
Batuan piroklastika adalah suatu
batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan
daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke
permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari
kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu
membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau
klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan
beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan
piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan
sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur
sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan
sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk
menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan
gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah mengalami
pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan
sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir
klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan
piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika
batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada
saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di
permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti
(bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi
hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin
encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran
pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena
adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta
pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk struktur
vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi
berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut
batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau
kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam.
Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi
dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom
gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat
serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut
skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam,
sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi
lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam,
struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus,
pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah
gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan
halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur
pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom
gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan blok
gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung tersebut disebut
bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat
berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk
lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang
ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
Berdasarkan komposisi
penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf litik,
apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan
fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit
dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun
oleh fragmen batuapung atau skoria dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf
skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi
batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
Petrogenesa
Batuan Beku
Petrogenesa adalah bagian dari
petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya batuan mulai dari
asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga
perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku,
sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan
kejadian dari pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya
berbagai macam batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku
itu terbentuk, batuan itu kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa
oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan
malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan
semula atau primernya.
2.2
Batuan Sedimen
Batuan
Sedimen adalah batuan beku atau metamorf yang mengalami proses litifikasi yaitu
proses kompaksi dan sementasi. Jenis-jenis Batuan Sedimen antara lain yaitu:
1.
BREKSI
Breksi
memiliki butiran-butiran yang bersifat coarse yang terbentuk dari sementasi
fragmen-fragmen yang bersifat kasar dengan ukuran 2 hingga 256 milimeter.
Fragmen-fragmen ini bersifat runcing dan menyudut. Fragmen-fragmen dari Breksi
biasanya merupakan fragmen yang terkumpul pada bagian dasar lereng yang
mengalami sedimentasi, selain itu fragmen juga dapat berasal dari hasil
longsoran yang mengalami litifikasi.
Komposisi dari breksi terdiri dari sejenis
atau campuran dari rijang, kuarsa, granit, kuarsit, batu gamping, dan
lain-lain.
2.
KONGLOMERAT
Konglomerat
hampir sama dengan breksi, yaitu memiliki ukuran butir 2-256 milimeter dan
terdiri atas sejenis atau campuran rijang, kuarsa, granit, dan lain-lain, hanya
saja fragmen yang menyusun batuan ini umumnya bulat atau agak membulat. Pada konglomerat,
terjadi proses transport pada material-material penyusunnya yang mengakibatkan
fragmen-fragmennya memiliki bentuk yang membulat
3.
SANDSTONE
Sandstone
atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang
terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada
suatu tempat. Ukuran butiran dari batu pasir ini 1/16 hingga 2 milimeter.
Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa, feldspar atau
pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit dan
bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz
Sandstone, Arkose, dan Graywacke.” alt=”" />
* QUARTZ SANDSTONE
Quartz
sandstone adalah batu pasir yang 90% butirannya tersusun dari kuarsa.Butiran
kuarsa dalam batu pasir ini memiliki pemilahan yang baik dan ukuran butiran
yang bulat karena terangkut hingga jarak yang jauh. Sebagian besar jenis batu
pasir ini ditemukan pada pantai dan gumuk pasir.
* ARKOSE
Arkose
adalah batu pasir yang memiliki 25% atau lebih kandungan feldspar. Sedimen yang
menjadi asal mula dari Arkose ini biasanya hanya mengalami sedikit perubahan
secara kimia. Sebagian arkose juga memiliki sedikit butiran-butiran yang
bersifat coarse karena jarak pengangkutan yang relatif pendek.
* GRAYWACKE
Graywacke
adalah salah satu tipe dari batu pasir yang 15% atau lebih komposisinya adalah
matrix yang terbuat dari lempung, sehingga menghasilkan sortasi yang jelek dan
batuan menjadi berwarna abu-abu gelap atau kehijauan.
4.
SHALE
Shale adalah batuan sedimen yang memiliki
tekstur yang halus dengan ukuran butir 1/16 hingga 1/256 milimeter. Komposisi
mineralnya umumnya tersusun dari mineral-mineral lempung, kuarsa, opal,
kalsedon, klorit, dan bijih besi. Shale dibedakan menjadi dua tipe batuan,
yaitu batu lanau dan batu lempung atau serpih. Batu lanau memiliki butiran yang
berukuran anara batu pasir dan batu serpih, sedangkan batu lempung memiliki
chiri khas mudah membelah dan bila dipanasi menjadi plastis.
5.
LIMESTONE
Limestone
atau batu gamping adalah batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama
dari kalsit (CaCO3). Teksturnya bervariasi antara rapat, afanitis, berbutir
kasar, kristalin atau oolit. Batu gamping dapat terbentuk baik karena hasil
dari proses organisme atau karena proses anorganik. Batu gamping dapat
dibedakan menjadi batu gamping terumbu, calcilutite, dan calcarenite.
* CALCARENITE
Calcarenite
memiliki ukuran butir 1/16 hingga 2 milimeter, batuan ini terdiri dari 50% atau
lebih material carbonate detritus, yaitu material yang tersusun terutama atas
fosil dan oolit.
* CALCILUTITE
Calcilutite terbentuk jika ukuran butiran dari
calcarenite berubah menjadi lebih kecil hingga kurang dari 1/16 milimeter yang
kemudiaan mengalami litifikasi.
* GAMPING TERUMBU
Batu Gamping terumbu terbentuk karena
aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang hangat dan dangkal
6.
SALTSTONE
Saltstone
terdiri dari mineral halite (NaCl) yang terbentuk karena adanya penguapan yang
biasanya terjadi pada air laut. Tekstur dari batuan ini berbentuk kristalin.
7.
GIPSUM
Gipsum
tersusun atas mineral gipsum (CaSO4.H2O). Sama seperti dengan Saltstone, batuan
ini terbentuk karena kandungan uap air yang ada menguap. Tekstur dari batuan
ini juga berupa kristalin.
8.
COAL
Coal
atau batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari kompaksi material yang
berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, batang, maupun daun. Teksturnya amorf,
berlapis, dan tebal. Komposisinya berupa humus dan karbon. Warna biasanya
coklat kehitaman dan pecahannya bersifat prismatik.
Batu
bara terbentuk pada rawa-rawa pada daerah beriklim tropis yang airnya
mengandung sedikit oksigen. Bagian dari tumbuhan jatuh dan mengendap di dasar
rawa semakin lama semakin bertambah dan terakumulasi. Material tersebut
lama-kelamaan terkubur oleh material di atasnya sehingga tekanannya bertambah
dan air keluar, dan kemudian mengalami kompaksi menjadi batu-bara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar