A.
GAMBARAN
UMUM TENTANG LOGGING GEOFISIKA
Logging
adalah teknik untuk mengambil data-data dari formasi dan lubang sumur dengan
menggunakan instrumen khusus. Pekerjaan yang dapat dilakukan meliputi
pengukuran data-data properti elektrikal (resistivitas dan konduktivitas pada
berbagai frekuensi), data nuklir secara aktif dan pasif, ukuran lubang sumur,
pengambilan sampel fluida formasi, pengukuran tekanan formasi, pengambilan
material formasi (coring) dari dinding sumur, dsb.
Logging
tool (peralatan utama logging, berbentuk pipa pejal berisi alat pengirim dan
sensor penerima sinyal) diturunkan ke dalam sumur melalui tali baja berisi
kabel listrik ke kedalaman yang diinginkan. Biasanya pengukuran dilakukan pada
saat logging tool ini ditarik ke atas. Logging tool akan mengirim sesuatu
“sinyal” (gelombang suara, arus listrik, tegangan listrik, medan magnet,
partikel nuklir, dsb.) ke dalam formasi lewat dinding sumur. Sinyal tersebut
akan dipantulkan oleh berbagai macam material di dalam formasi dan juga
material dinding sumur. Pantulan sinyal kemudian ditangkap oleh sensor penerima
di dalam logging tool lalu dikonversi menjadi data digital dan ditransmisikan
lewat kabel logging ke unit di permukaan. Sinyal digital tersebut lalu diolah
oleh seperangkat komputer menjadi berbagai macam grafik dan tabulasi data yang
diprint pada continuos paper yang dinamakan log. Kemudian log tersebut akan
diintepretasikan dan dievaluasi oleh geologis dan ahli geofisika. Hasilnya
sangat penting untuk pengambilan keputusan baik pada saat pemboran ataupun
untuk tahap produksi nanti.
Geofisika well logging pertama kali dikembangkan untuk
industri minyak bumi oleh Marcel dan Conrard Schlumberger pada tahun 1927. Schlumberger
bersaudara ini mengembangkan alat Resistivitas untuk mendeteksi perbedaan dalam
porositas dari batupasir untuk lapangan minyak di Merkwiller-Pechelbronn, di
Perancis bagian Timur.
Instrumen yang digunakan untuk well logging ini disebut
sonde. Sonde ini diberhentikan dalam lubang bor pada interval periodik tertentu
dan resistivitasnya langsung dicatat di dalam kertas grafik. Pada tahun 1929
log resistivitas elektrik dikenalkan pada skala komersial di Venezuela, Amerika
Serikat dan Rusia. Dalam perkembangan selanjutnya well logging digunakan untuk
korelasi dan identifikasi hydrocarbon. Perekam data filmnya kemudian
dikembangkan pada tahun 1936 dengan kurva SN,LN dan LAT. Untuk penentuan
kedalaman dalam geofisika well logging dikembangkan pada tahun 1930. Kemudian
log gamma ray dan log neutron mulai digunakan pada tahun 1941.
Sejak log pertama dijalankan, geofisika well logging telah
mengalami perkembangan hingga satu miliar dolar pada industri global yang
melayani berbagai kegiatan industri dan penelitian. Geofisika well logging
adalah teknologi kunci dalam industri minyak bumi. Dalam industri mineral,
merupakan metode yang banyak digunakan baik untuk kegiatan eksplorasi dan untuk
memantau kerja dalam pertambangan. Dalam eksplorasi dan penilaian airtanah juga
dapat digunakan untuk penggambaran zona akifer dan produksi. Dalam studi
regolith, geofisika well logging dapat memberikan wawasan yang unik ke dalam
komposisi, struktur, dan variabilitas dari bawah permukaan, dan juga banyak
digunakan untuk koreksi kumpulan data geofisika airbone, seperti airbone
elektromagnetik.
Dalam geofisika well logging, banyak sifat-sifat fisik berbeda
yang dapat diidentifikasi untuk ciri geologi yang mengelilingi sumur. Kemampuan
untuk mengidentifikasi berbagai sifat adalah kemampuan terbaik dalam geofisika
well logging. Berbagai jenis informasi yang diperoleh merefleksikan aspek yang
berbeda dari geologi dan sering saling melengkapi di alam.
Di dalam eksplorasi batubara, memerlukan pengukuran yang
akurat dan tepat agar bisa dipergunakan untuk menentukan sumberdaya dan
cadangan batubara. Estimasi sumberdaya atau cadangan merupakan fungsi dari panjang,
lebar, tebal, dan specific gravity. Hasil pengukuran dengan menggunakan well
loging memberikan hasil yang sangat akurat terhadap fungsi tebal. Fungsi-fungsi
jarak dan panjang merupakan kondisi titik informasi sesuai data jarak di
lapangan.
Bentuk tiga dimensi atau geometri dari tubuh lapisan
batubara di pengaruhi secara langsung oleh letak pengendapan dimana sekuen
tersebut terakumulasi. Kontrol topografi ini akan berpengaruh terhadap
ketebalan, kadar dan kemenerusan lapisan. Variasi ketebalan batubara juga
dipengaruhi oleh proses – proses yang bekerja selama pengendapan dan sesudah
pengendapan. Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering terbelah
pada jarak yang relatif dekat oleh bentuk yang membaji dari sedimen bukan
batubara yang kemudian membentuk dua lapisan batubara yang terpisah dan di
sebut autosedimentational split. Dalam lapisan batubara kemungkinan kehadiran
lapisan bukan batubara, lapisan ini dikenal dengan istilah “ partings”. Setelah
mengetahui seberapa besar partings yang ada maka dapat mengetahui perhitungan
cadangan yang akurat.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sangat jelas bahwa Well
logging merupakan metode yang sangat tepat untuk menentukan tebal lapisan
batubara, karena well logging memberikan data yang di perlukan untuk
mengevaluasi secara kuantitas banyaknya batubara di lapisan pada saat situasi
dan kondisi sesungguhnya . Selanjutnya akan memberikan kepastian terhadap hasil
estimasi sumberdaya dan cadangan. Oleh karena itu, penggunaan well logging di
dalam eksplorasi batubara adalah penting dan perlu, terutama di dalam penentuan
tebal dan estimasi sumberdaya atau cadangan.
a. Logging-While-Drilling
(LWD)
Logging-While-Drilling
(LWD) adalah pengerjaan logging yang dilakukan bersamaan pada saat membor.
Alatnya dipasang di dekat mata bor. Data dikirimkan melalui pulsa tekanan lewat
lumpur pemboran ke sensor di permukaan. Setelah diolah lewat serangkaian
komputer, hasilnya juga berupa grafik log di atas kertas. LWD berguna untuk
memberi informasi formasi (resistivitas, porositas, sonic dan gamma-ray) sedini
mungkin pada saat pemboran.
b. Mud logging
Mud
logging adalah pekerjaan mengumpulkan, menganalisis dan merekam semua informasi
dari partikel solid, cairan dan gas yang terbawa ke permukaan oleh lumpur pada
saat pemboran. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui berbagai parameter
pemboran dan formasi sumur yang sedang dibor
Tujuan well logging
Well logging
adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sumur layak atau tidak
untuk dieksploitasi atau tidak. Karenanya, well logging harus mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
- keberadaaan reservoir
- lokasi (kedalaman) reservoir
- ketebalan reservoir
- litologi reservoir
- sifat-sifat fisik reservoir (porositas, homogenitas, dll)
- distribusi lateral dan vertikal dari reservoir
- jenis fluida yang ada di dalam reservoir
- saturasi fluida dan sifat-sifat fisisnya (salinitas, suhu, tekanan, dll).
Data logging
yang didapatkan tidak selalu dapat diulang kembali, sehingga harus mempunyai
kualitas yang tinggi, karena merupakan salah satu metoda yang paling tepat
dalam evaluasi formasi.
Logging umumnya
dilakukan pada tahapan eksplorasi. Meskipun mampu memberikan data yang akurat
tentang kondisi bawah permukaan yang sesungguhnya, data log tetap harus
dikorelasi dengn data log di sumur yang lain dan data seismik untuk memperoleh
data lateralnya. Hal ini dilakukan tidak lain agar kita mendapatkan gambaran
yang lengkap tentang kondisi bawah permukaan lapangan yang kita selidiki.
Logging
memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kuantitas banyaknya
hidrokarbon pada situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Kurva log memberikan
informasi yang cukup tentang sifat batuan dan cairan. Dari sudut pandang decision
maker, logging adalah bagian yang penting dari proses pemboran dan
penyelesaian sumur. Adalah mutlak untuk mendapatkan data log yang akurat dan
lengkap (Harsono, 1997).
Awalnya penggunaan log ini dipakai dalam industri explorasi
minyak sebagai alat bantu interpretasi porositas. Kemudian dalam explorasi
batubara malah dikembangkan menjadi unsur utama dalam identifikasi ketebalan
bahkan qualitas seam batubara. Dimana rapat masa batubara sangat khas yang
hampir hanya setengah kali rapat masa batuan lain pada umumnya. Lebih extrem
lagi dalam aplikasinya pada idustri batubara karena sifat fisik ini (rapat
masa) hampir linier dengan kandungan abu sehingga pemakaian log ini akan
memberikan gambaran khas bagi tiap daerah dengan karakteristik lingkungan
pengendapannya. ditembakan dari sumber melewati dan dipantulkan formasi batuan
kemudian direkam kembali oleh dua detector yang ditempatkan dalam satu ‘probe’
dengan jarak satu sama lain diatur sedemikan rupa. Kedua detector ’short’ dan
‘long space’ diamankan dari pengaruh sinar g yang datang langsung dari sumber
radiasi. Sehingga yang terekam oleh kedua detector hanya sinar yang telah
melewati formasi saja. Dalam hal ini efek pemendaran sinar radiasi seperti
ditentukan dalam efek pemendaran Compton.
Dimana menurutnya, jumlah sinar yang terpendarkan sebanding
dengan jumlah electron per satuan volume. Jumlah electron dalam suatu unsur
adalah equivalent dengan jumlah proton (nomor atom Z). Untuk kemudian seperti
kita ketahui bahwa nomor atom adalah proporsional dengan nomor masa (A) yang
untuk selanjutnya proporsional dengan rapat masa. Seperti diketahui pula bahwa
secara umum perbandingan antara nomor atom (Z) terhadap nomor masa (A) selalu
mendekati harga 0.5 kecuali untuk unsur hydrogen yang mendekati 1. Dari sini
akan sampai pada permasalahan bagi lapisan yang banyak mengandung hydrogen
seperti halnya batubara dan air yang akan menggiring pada kesalahan aparansi.
Sehingga untuk memperkecil kesalahan tersebut, alat harus sering dikalibrasi
dengan menggunakan aluminium yang perbandingan Z/A = 0.5. Dalam hal formasi
yang mengandung hydrogen secara menyolok sehingga nilai Z/A menjauh dari nilai
0.5, koreksi sangat diperlukan untuk mengeliminir efek tersebut (factor koreksi
ini tidak diuraikan panjang lebar di sini karena hanya menyangkut pekerjaan
logging engineer yang bertanggung jawab pada acurasi grafik yang
dihasilkannya). Tapi secara selintas dapat disinggung sebagai berikut :
Batubara dimana perbandingan Z/A bervariasi antara 0.51 sampai 0.54 (naik seiring dengan kenaikan kandungan hydrogen. Untuk mengilustrasikannya katakanlah batubara dengan kadar hydrogen 6%. Dalam hal ini Z/A bisa diprediksikan dengan rumus sbb :
Z/A = 0.5(1 – H) + 1 x H
Dimana
H adalah kandungan hydrogen dalam decimal sehingga persamaan di atas menjadi
= 0.5(1 – 0.06) + 1 x 0.06 = 0.53
Faktor
koreksi adalah mengalikannya dengan 2. Yang patut disimak dengan teliti adalah
masalah hubungan antara kecepatan jumlah pendaran g dengan rapat masa yang
lebih ruwet dan banyak ketergantungan pada hal lain :
a.
Faktor ketergantungan yang utama antara lain pada jarak antara sumber radiasi
dengan detector. Untuk jarak SSD yang hanya sekitar 15 cm, hubungan kecepatan
jumlah (tembakan g perdetik) terhadap rapat masa menjadi linier bagi medium
yang punya rapat masa berkisar antara 1 sampai 3 gram per cc. Sementara LSD
yang jarak antara sumber radiasi dengan detector adalah sekitar 48 cm, hubungan
kecepatan jumlah terhadap rapat masa menjadi logaritmik.
b.
Kedalaman (daya tembus) radiasi dalam formasi juga dikendalikan oleh jarak
antara sumber radiasi dengan detector. Untuk SSD penembusan dari sekitar 60%
radiasi, hanya dapat menembus tidak lebih dalam dari 4 cm dari kulit ‘probe’
sedangkan untuk LSD dapat menembus sedalam sekitar 8 cm. Ini berarti bahwa
untuk SSD akan sangat terpengaruh oleh keadaan dinding lobang sumur dibanding
LSD.
c.
Hal lain yang mempengaruhi adalah efek dari kolimasi sumber radiasi. Dimana
dengan merapatkan sumber radiasi (yang dipasang pada ujung bawah probe) pada
dinding sumur akan dapat mengeliminir degradasi oleh jega udara/air antara
sumber dengan formasi, tetapi dapat menambah degradasi terhadap resolusi
vertical akibat posisi probe yang menjadi tidak betul-betul pertikal dan akan
mengakibatkan penurunan daya tembus radiasi g dalam formasi.
Dalam pemakaian radiasi g untuk pengukuran rapat masa ini
dipakai radiasi yang memendar ke depan. Untuk memfokuskannya radiasi yang
dimanfaatkan adalah yang keluar dari sumber melalui jendela yang disediakan
dengan ukuran yang juga telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan agar log hanya
mengukur rapat masa medium (formasi batuan) antara sumber radiasi dengan
detector.
B. KALIBRASI
Dalam butir satu di atas telah disinggung bahwa persamaan
untuk mencari rapat massa bergantung pada perbandingan nomor atom (Z) terhadap
nomor massa (A) maasing-masing unsur yang dilewati oleh perjalanan sinar g. Untuk
memperkecil kesalahan penafsiran density dari grafik yang dihasilkan, kita
perlu melakukan kalibrasi alat dengan menggunakan zat yang mempunyai
perbandingan Z/A mendekati 0.5 dan telah diketahui densitynya. Unsur yang biasa
digunakan dalam operasional adalah aluminium yang homogen yang mempunyai nilai
Z/A = 0.5. Untuk memaksimalkan efisiensi kalibrasi, ukuran kalibrator
disesuaikan dengan jarak antara sumber radiasi dengan detector. Dalam hal ini
standard terjauh (LSD) yang umum dipakai adalah 48 centimeter. Sehingga daya
tembus efektif maksimal untuk kedua jenis pengukuran (SSD dan LSD) adalah 8
centimeter, maka balok aluminium tidak boleh kurang dari 8 centimeter tebal dan
tidak kurang dari 48 centimeter panjang.
Kemudian hasil pengukuran density atas kalibrator tadi dicek
terhadap density kalibrator yang sebenarnya. Kalau terjadi deviasi harga
pengukuran dari nilai sebenarnya maka harus dilakukan koreksi. Jenis koreksi
mungkin jadi tanggung jawab teknisi bila kesalahan bersumber dari alat.
Sedangkan koreksi dilakukan dengan cara reduksi nilai grafik, kalau deviasi
diakibatkan oleh lingkungan (medium dalam sumur, jenis casing, kondisi lobang
sumur dll).
C. KETENTUAN KERJA MENGGUNAKAN LOGGING GEOFISIKA
1. OPERASIONAL LOGGING
1. OPERASIONAL LOGGING
a.
Logging unit dan personil harus siap di sekitar lobang bor setidaknya setengah
jam menjelang pemboran selesai.
b.
Petugas logging harus dilengkapi/memakai film badge yang sudah dikalibrasi di
instansi yang terkait, atau ada dosimeter yang selalu dibawa dalam kegiatan
logging (bisa cukup dosimeter saku).
c.
Sumber radiasi selalu jauh dari kerumunan manusia.
d.
Detektor senantiasa dikalibrasi bila geologist memandang perlu kalibrasi.
e.
Saat probe menjelang dimasukan ke lobang sumur, jendela sumber radiasi
senantiasa menghadap ke tempat yang tidak ada manusia
f.
Walaupun pendaran radiasi sangat kecil, tetapi tidak dibenarkan meremehkan efek
dari radiasi. Hal yang harus diingat bahwa bagi manusia ambang maksimal yang
dibolehkan terkena radiasi hanya 5,000 miliram pertahun. Sehingga meminimalkan
terkena radiasi harus diusahakan sebisa mungkin.
g.
Setelah juru bor menyatakan proses pemboran selesai sesuai permintaan
geologist, maka segera probe masuk ke lobang bor.
h.
Peralatan bor baru boleh pindah ke lokasi berikutnya setelah probe berhasil
mencapai dasar sumur atau sudah mencapai kedalaman yang diinginkan oleh
geologist.
i.
Log yang diperlukan adalah double gamma density, natural gamma dan kaliper.
j.
Untuk LSD (quality log) dibuat scala 1 : 100 sementara untuk SSD (thickness
log) dibuat scale 1 : 20 atau 1 : 25. Pembedaan scala harus didasarkan pada
perbedaan kecepatan perekaman. Dimana untuk LSD sekitar 6 meter permenit
sementara untuk detail scale sekitar 2 meter permenit. Atau hal ini bisa
dibicarakan dengan logging engineer.
k.
Setelah perekaman selesai dan ujung probe sudah sampai ke permukaan, segera
sumber radiasi dimasukkan kembali ke container dan diamankan dengan jarak aman.
l.
Sumber radiasi disimpan di camp jauh dari tempat manusia berada. Sebaiknya
disimpan dalam lobang tanah yang digali husus sehingga mudah mengeluarkan dan
menyimpan. Posisi lobang ini tetap harus jauh dari tempat orang-orang berada.
2. DESKRIPSI LOG CHART
2. DESKRIPSI LOG CHART
a. Chart yang resminya, diterima geologist dari logging operator setelah dilengkapi dengan segala keperluan data dan kepala/judul dengan segala atributnya (tanggal, total kedalaman yang dibor, total kedalaman logging, jenis kalibrasi yang dilakukan, jenis parameter logging yang dilakukan).
b.
Chart Quality dan Chart ketebalan sebaiknya disimpan dalam anplop yang
terpisah.
c.
Perhatikan chart density apakah ideal atau tidak. Bila ada kelainan, perhatikan
chart kaliper, apakah kelainan disebabkan oleh kerusahan lobang bor atau
kesalahan perekaman. Kalau ada kelainan akibat kesalahan perekaman segera
bicarakan dengan logging engineer.
d.
Kerusakan dinding lobang bor biasanya tidak mempengaruhi chart natural gamma
(juga kecil pengaruhnya terhadap log LSD, kecuali ada cave/caving dengan
kedalaman lebih dari 8 centimeter dari dinding normal lobang bor).
e.
Deskripsi dimulai dengan penafsiran thickness log, memberi batas-batas
kedalaman batas roof dan floor serta parting (kalau ada). Karena tujuan utama
adalah pencarian batubara.
f.
Setelah detail log selesai, baru quality log yang merekam semua batuan yang
terlewati sepanjang lobang bor. Sementara pembedaan batuan didasarkan pada log
natural gamma. Dimana empiris terhadap perbedaan batuan didasarkan pada asumsi
kandungan unsur radioaktif dalam formasi batuan. Katakanlah batuan berukuran
lempung diendapkan oleh regim aliran bawah yang akan banyak mengendapkan unsur
K, sementara batuan berukuran kasar diendapkan oleh regim aliran atas yang akan
lebih sedikit mengendapkan unsur K.
g.
Untuk log yang baik, akan ada perbedaan bentuk antara log detail dan quality.
Gunakan log SSD untuk batubara dan LSD untuk batuan lain. Tetapi kalau terpaksa
harus semua dengan LSD, maka deskripsi batubara harus dilakukan empiris-empiris
kedalaman. Bila hubungan antara kekuatan radiasi dengan kedalaman adalah
logaritmik, maka dibuat pendekatan logaritmik. Sementara kalau hubungannya
linier, penentuan batas bisa langsung berdasarkan batas density yang ditentukan
(sebagai batasan density batuara adalah 1.3 gram/cc). Sebagai pegangan log SSD
biasanya linier, sementara LSD adalah logaritmik (akibat perbedaan jarak sumber
terhadap detector).
h.
Rekonsiliasikan antara hasil deskripsi serbuk bor ataupun core terhadap chart
log yang dihasilkan dari pekerjaan logging geofisika.
i.
Hasil rekonsiliasi dipisahkan dari hasil deskripsi di lapangan. Tetapi tetap
difilekan sebagai arsip dan akan diperlukan sewaktu-waktu.
Sumber
mantul nih min
BalasHapussolder uap
Mantap
BalasHapus