Rabu, 27 November 2013

Geologi Regional



GEOLOGI REGIONAL

  
2.1 Geomorfologi Regional
            Berdasarkan tinjauan geologi regional, daerah penelitian termasuk dalam wilayah lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat Sulawesi yang secara administratif terletak pada koordinat 119o5’00” – 120o45’00” BT dan 4o – 5o LS
Sukamto, 1982 membagi Geomorfologi regional daerah penelitian termasuk dalam wilayah lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat Sulawesi. Lembar peta ini berbatasan dengan Lembar Majene-Palopo di bagian utara, Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai di bagian selatan, Selat Makassar di bagian barat dan Teluk Bone di bagian timur.
Pada peta Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian barat secara umum terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar, pada arah utarabaratlaut dan dipisahkan oleh lembah Sungai Walanae (Sukamto, 1982).
Pegunungan pada bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan dan menyempit di bagian utara dengan ketinggian rata-rata 1500 meter. Pembentuknya sebagian besar berupa batuan gunungapi dan batugamping. Pegunungan pada bagian timur lebih sempit dan rendah, ketinggian puncak rata-ratanya 700 meter. Pembentuknya sebagian besar berupa batuan gunungapi  (Sukamto, 1982).
Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian utara lebih lebar daripada di bagian selatannya. Pada tengah lembah terdapat Sungai Walanae yang mengalir ke utara. Pada bagian selatan berupa perbukitan rendah dan di bagian utara berupa dataran aluvium.
Pada bagian utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi karst ini dipisahkan oleh pegunungan, yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen Bawah sampai Pliosen. Pesisir Barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Pada bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen (Sukamto, 1982)
Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umum baratlaut-tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa (Sukamto, 1982).
2.2 Stratigrafi Regional
            Sukamto (1982), membagi Pulau Sulawesi menjadi tiga mandala geologi, yang didasarkan pada perbedaan litologi stratigrafi, struktur dan sejarahnya. ketiga mandala tersebut adalah Mandala Sulawesi bagian Barat, Mandala Sulawesi bagian Timur, dan Mandala Banggai Sula, dari ketiga mandala tersebut secara orogen yang paling tua adalah Mandala Sulawesi Timur dan yang termuda adalah Mandala Sulawesi bagian Barat.
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan, tergerus dan mendaun dan sentuhannya dengan formasi disekitarnya berupa sesar atau ketidakselarasan. Penarikan radiomteri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan magma mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch (Sukamto, 1982).
Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5-63,0 juta tahun) dan diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur Akhir. Batuan sedimen Formasi Mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunungapi Paleosen dan batuan flysch Kapur akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastik Formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng miosen Awal di Timur (Sukamto, 1982).
Sebagian besar pegunungan, baik yang di Barat maupun yang di Timur, mempunyai batuan gunungapi. Di pegunungan yang Timur, batuan itu diduga berumur Miosen Awal bagian atas yang membentuk Batuan Gunungapi Kalamiseng. Dilereng timur bagian utara pegunungan yang barat , terdapat Batuan Gunungapi Soppeng yang juga diduga berumur Miosen Awal. Batuan sedimen berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan ini menyusun Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi Tonasa (Sukamto, 1982).
Selama Miosen Akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae diendapkan sedimen klastik Formasi Walanae. Batuan ini tebalnya sekitar 4500 m, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (Batugamping Anggota Tacipi). Formasi Walanae berhubungan menjari dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahun) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu (Sukamto, 1982).
Terobosan batuan beku yang terjadi didaerah ini semuanya berkaitan erat dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sil dan retas bersusun beraneka ragam dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit yang berumur berkisar dari 8,3 sampai 19+ 2 juta tahun (Sukamto, 1982).
Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di beberapa tempat ditepi Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar Danau tempe, di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone    (Sukamto, 1982).
Qac : Endapan Aluvium, Danau dan Pantai; lempung, lanau, lumpur, pasir dan kerikil di sepanjang sungai sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan batugamping koral.
Qpt : Endapan Undak; kerikil, pasir dan lempung membentuk dataran rendah bergelombang di sebelah utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara morfologi dari endapan aluvium yang lebih muda.
Tmc : Formasi Camba; batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi; batupasir tufa berslingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung; konlomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan batubara;  berwarna beraneka, putih, coklat, kuning, kelabu muda sampai kehitaman; umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat; berlaapis dengan tebal antara 4 cm – 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga lapili; tufa lempungan berwrna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm – 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan koral dan mollusca ; batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung foram kecil dan mollusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukkan kisaran umur Miosen tengah-Miosen Akhir (N.9 – N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5.000 meter, menindih tidak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan Formasi Mallawa (Tem), mendatar berangsur berubah jadi bagian bawah daripada Formasi Walanae (Tmpw); diterobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basal piroksin, andesit dan diorit.

Tmcv : Anggota Batuan gunungapi ; batuan gunungapi bersisipan batuan sedimen laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga lapilli; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan andesit dan basal, umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan, amigdaloidal dan berlubang-lubang, ditrobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat. Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal oleh Indonesian Gulf Oil berumur 17,7 juta tahun, dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta tahun (J.D.Obradovich, 1972), dan basal dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. van Leeuwen, 1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batugamping pasirabn mengandung moluska dan sepaian koral. Sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir gampingan, batupasir lempungan, napal dan batugamping mengandung fosil foraminifera. Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukkan umur satuan ini adalah miosen tengah-Miosen Akhir.
Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi Formasi camba, menindih tidak selaras batugamping Formasi camba dan batuan Formasi Mallawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi gunugapi mengandung sepaian batugamping, tebal diperkirakan tidak kurang dari 4.000 meter.
Temt : Formasi Tonasa ; batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan, berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis, berselingan dengan napal Globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran; di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak serpihan sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanete Riaja terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.
Umur Formasi Tonasa adalah Eosen Atas sampai Miosen Tengah (Sukamto & Supriatna, 1982, dalam Bhakti, 2003) lingkungan pengendapannya neritik dangkal hingga dalam dan laguna. Tebal Formasi diperkirakan tidak kurang dari 3000 meter, menindih selaras batuan Formasi Mallawa, dan tertindih tak selaras oleh Formasi Camba, diterobos oleh sill, retas dan stock batuan beku yang bersusunan basal, trakit dan diorit.
Batugamping Formasi Tonasa telah dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan fasiesnya. Biru Area Kabupaten Bone, Ralla Area Kabupaten Barru, Central Area Kabupaten Pangkep, Pattunuang Asue Area Kabupaten Maros dan Nassara Area Kabupaten Jenneponto. Ralla area disusun oleh fasies redeposited terdiri dari batugamping fragmental berselingangan dengan napal, dibeberapa tempat menunjukkan batugamping dengan komponen foram besar, algae serta koral.
Tem : Formasi Mallawa ; batupasir, konglomerat, bstulsnsu, batulempung, napal dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung; batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa adapula yang arkose, graywacke dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak; batulempung, batugamping dan napal umumnya mengandung mollusca yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebnal beberapa centimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 meter.
Berdasarkan atas kandungan fosil menunjukkan kisaran umur Paleogen dengan lingkungan paralis dampai laut dangkal. Tebal Formasi ini tidak kurang dari 400 meter; tertindih selaras oleh batugamping Temt, dan menindih tak selaras batuan sedimen kl dan batuan gunungapi Tpv.
Kb: Formasi Balangbaru;  sedimen tipe flysch ; batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung, dan serpih; bersisipan konglomerat, tufa dan lava; batupasirnya bersusunan grewake dan arkosa, sebagian tufaan dan gampingan, pada umumnya menunjukkan struktur turbidit; dibeberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit, serpih, tufa terkesikkan, sekis, kuarsa dan bersemen bartupasir; pada umumnya padat dan sebagian serpih terkesikkan. Formasi ini mempunyai ketebalan sekitar 2000 meter, berumur Kapur Atas, tertindih tidak selaras batuan formasi Mallawa dan batuan gunungapi terpropilitkan, dan menindih tidak selaras kompleks tektonik Bantimala. Berdasarkan fasiesnya Formasi Balangbaru telah di bagi menjadi tiga anggota yaitu: Bua member, Panggalungan member dan Allup member (Hasan, 1991). Anggota Bua dicirikan oleh selangseling batupasir menengah–kasar dengan lanau dan serpih setempat conglomerat dan batupasir sangat kasar. Anggota Panggalungan umumnya disusun oleh batulanau, serpih selang-seling dengan batupasir Bantimurung dan berlapis tipis.
Tmsv : batuan gunungapi Soppeng; breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan tufa berbutir pasir sampai lapili dan batulempung; dibagian utara lebih banyak tufa dan breksi, sedangkan dibagian selatan lebih banyak lavanya; sebagian bersusunan basal piroksin dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya semakin banyal ke arah Selatan; sebagian lavanya berstruktur bantal dan sebagian terbreksikan; breksinya berkomponen antara 5 cm – 50 cm, warnanya kebanyakan kelabu tua sampai kelabu kehijauan.
Batuan gunung api ini pada umumnya terubah kuat , amigdaloidal dengan mineral sekunder berupa urat karbonat dan silikat, diterobos oleh retas ( 0,5 m – 1,0 m ) menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa dan ditindih selaras batuan Formasi camba; diperkirakan berumur Miosen Bawah.
D : Diorit – Granodiorit ; terobosan diorit dan granodiorit, terutama berupa stok dan sebagian berupa retas, kebanyakan bertekstur forfiri, berwarna kelabu muda sampai kelabu. Diorit yang tersingkap di sebelah Timur Birru menerobos batupasir Formasi Balangbaru dan batuan ultramafik. Penarikan kalium/Argon pada biotit menghasilkan 9,03 juta tahun ( J.D.Obradovich, 1974).
T  :Trakit ;  terobosan trakit berupa stok, sil dan retas; bertekstur porfiri kkasar dengan fenokris sanidin 3 cm panjangnya; berwarna putih keabuan sampai kelabu muda. Di tanete Riaja trakit menerobos batugamping Formasi Tonasa dan di Utara Soppeng menerobos batuan gunung api Soppeng ( Tmsv). Penarikan kalium / argon trakit menghasilkan; pada feldspar 8,3 juta tahun dan pada biotit 10,9 juta tahun ( Indonesia Gulf Oil, 1972).
 m : Kompleks Melange, batuan campuraduk secara tektonik terdiri dari grewake, breksi, konglomerat, batupasir terbreksikan, srpih kelabu, serpih merah, rijang radiolaria merah, batusabak, sekis ultramafik, basalt, diorit dan lempung, himpunan batuan ini mendaun, kebanyakan miring ke arah timurlaut, dan tersesarnaikkan ke arah baratdaya, satuan ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya (Sukamto, 1982).
S : Batuan Malihan, sebagian besar sekis dan sedikit genes, secara megaskopis terlihat mineral diantaranya glaukopan, garnet, epidot, mika dan klorit. Batuan malihan ini umumnya berperdaunan miring ke arah timurlaut, sebagian terbreksikan dan tersesarkan naik kearah baratdaya. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2000 m dan bersentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya. Penarikan Kalium/Argom pada sekis di Timur Bantimala menghasilkan umur 111 juta tahun (J.D.Obradovich, hubungan tertulis,1975).
 Ub : batuan Ultrabasa ; peridotit, serbagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau tua sampai kehitaman, kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik ke arah barat daya; pada bagian yang pejal terlihat struktur berlapis, dan dibeberapa tempat mengandung lensa kromit; satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2500 meter, dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya.
 2.3 Struktur Geologi Regional
Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung dari Kala Trias sampai Miosen Awal. Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae dan sesar Soppeng. (Sukamto, 1982)
Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-Kapur Akhir. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang berarah barat laut-tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar. (Sukamto, 1982)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar